Senin, 07 Desember 2015

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akankah?

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akankah ?
            Konsep MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) merupakan sebuah konsep yang dirmusukan oleh para pemimpin Asean untuk membina hubungan secara bilateral antar negara Asean, melihat kondisi negara-negara Asean yang memiliki potensi baik secara geografis maupun potensi sumber daya manusia sehingga menjadi target market bagi negara-negara produsen untuk memasarkan produknya. Menariknya bahwa MEA menjadi sebuah titik sentral untuk memformulasikan potensi-potensi yang ada segaligus memunculkan kawasan Asean sebagai wajah baru yang turut memainkan percaturan ekonomi global.
            MEA selayaknya menjadi poros ekonomi baru ditengah persaingan kawasan yang terjadi di berbagai negara, semisal duo Korea yang saling bersitegang atas nama ideologi, Jepang dan China atau Taiwan dengan China, lebih jauh lagi misalnya Timur Tengah yang malah asyik berperang antar sesama negara Arab. Menyimak lebih jauh lagi persaingan yang terjadi di kawasan anak benua India, yang menimbulkan sebuah ketegangan di kawasan sehingga secara ekonomi antar negara kawasan yang bersitegang menimbulkan efek ketidak harmonisan yang dilandasi atas sikap saling tidak percaya, sehingga menimbulkan pola interaksi ekonomi cenderung mencari ke kawasan yang jauh lebih kondusif secara keamanan. Sebab kerja sama ekonomi mempersyaratkan terjaminya rasa aman dalam dunia usaha yang banyak ditopang oleh stabilitas politik. Atas dasar itulah kemudian kawasan Asean menjadi target atau poros ekonomi baru yang akan muncul dari Asia.
            Asean secara geopolitik cenderung bisa dikatakan stabil sebab latar belakang negar-negara Asean yang begitu beragam, tetapi menimbulkan satu kecenderungan positif yang bisa membuat trend dunia ekonomi bisa mendapat tempat. Artinya bahwa trend ekonomi yang positif yang mulai menunjukan geliatnya pada dasarnya peluang terbesar yang dimiliki oleh kawasan Asean, mengingat di kawasan-kawasan Asia lainya terjadi berbagai konflik yang bisa dikatakan menimbulkan pengaruh besar pada dunia ekonomi. Secara ekonomi semenanjung Korea mengalami kemajuan tetapi catatan bahwa kedua negara Korea tersebut saling bersitegang sehingga berdampak negatif terhadap tumbuhnya peluang-peluang infestasi.
            Peluang besar ini perlu dijagah trendnya dengan stabilitas keamanan Asean sebagai indikator utamanya, sehingga MEA adalah upaya bersama negara-negara Asean untuk memperkuat ketahanan ekonomi segaligus menjaga kekompakan antar negara Asean. Untuk menjadikan Asean sebagai sebuah kawasan poros ekonomi baru yang tumbuh diatas solidaritas bukan dengan rasa curigah. Apabila MEA ini berhasil digalakan secara bersama maka bukan tidak mungkin Asean menjadi reprentasi kawasan yang multikultural tetapi mampu hidup berdampingan dan saling mendukung dalam hal kemajuan ekonomi secara bersama-sama. Asean harus mampu bermimpi kedepan untuk tampil sebagai kawasan yang mampu tumbuh saling bersinergi, sebab dengan perputaran roda ekonomi yang melibatkan negara Asean secara bersama maka hal tersebut saling menguatkan antar negara Asean.
            Perlunya pemahaman lebih jauh tentang MEA untuk ikut serta secara aktif seluruh negara-negara Asean dengan memasarkan produk negara-negara masing-masing, sehingga produk tiap negara mampu untuk dilihat sejauh mana kualitasnya dipasar dan mambu secara kreatif mengolah kebutuhan-kebutuhan pasar. Kemudian MEA menjadi semacam regulator segaligus simulator dalam memasarkan produk tiap negara, dengan tetap memperlihatkan kualitas sebagai bagian pokok dalam mewujudkan produk yang mampu berdaya saing tinggi. MEA sebagai regulator dapat diartikan sebagai upaya bersama negara-negara Asean untuk memasarkan produknya ketiap-tiap negara lainnya dalam skala Asean, hal ini dapat diwujudkan dengan saling memasarkan produk negara anggota Asean sehingga keuntungan-keuntungan ekonomi masih tetap berkutat pada wilayah kawasan Asean. Apabila konsep ini berhasil diterapkan secara nyata maka setelah itu produk-produk yang sudah mampu menembus pasar skala Asean, sehingga langkah selanjutnya produk itu perlu disebarkan secara global dengan kekuatan bersama sebagai satu kesatuan antar negara Asean.
            Regulasi marketing semacam ini perlu dikembangkan untuk saling memberdayakan satu sama lain, sebagai contoh misalnya dengan penerapan semacam ini maka Indonesia sebagai negara agraris perlu menghasilkan produk dari komuditi-komoditi pertanian yang kemudian diolah, maka dalam pengelolaan misalnya Indonesia memerlukan tenaga kerja sehingga negara-negara yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi perlu mendatangkan tenaga kerja dari negara lain skala Asean untuk membantu dan begitu sebaliknya. Dengan regulasi tersebut mengikut sertakan partisipasi aktif semua negara anggota yang pada dasarnya sistem ekonomi semacam ini bersifat terbuka dan memberikan peluang kepada semua negara anggota untuk aktif. Selanjutnya MEA sebagai simulator dapat dipahami dengan menjadikan negara-negara lain sebagai ajang simulasi produk atau sebagai tahap uji coba produk sebelum dipasarkan secara mendunia.
            Konsekuensi dari MEA ini mempersyaratkan pada keterbukaan dan kemudahan antar sesama anggota kawasan, sebab regulasi marketing yang dikehendaki adalah keterbukaan untuk menerima produk dari negara sekawasan yang secara mudah untuk masuk menembus pasar masing-masing anggota. Sehingga kebijakan impor harus mampu membuka ruang bagi keterbukaan dan kemudahan dalam proses bea cukai barang-barang yang hendak masuk dari negara anggota, prinsipnya bahwa asas persamaan standar yang menjadi inti regulasi untuk mewujudkan MEA dengan menjadikan kebersamaan sebagai pilar utama demi pemberdayaan antar sesama negara anggota. Yang kemudian mewujudkan keselarasan dan menolak adanya negara superior dan ninferior untuk mewujudkan tata kawasan yang harmonis.
            Di balik tujuan yang ambisius itu menimbulkan beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi mengingat komplesitasnya latar belakang negara-negara Asean. Pertama dengan adanya asas persamaan standar maka negara anggota yang berada pada level negara produsen akan memperjuangkan persamaan standar yang jelas menguntungkan produk negaranya, sehingga bisa saja hal ini menimbulkan masalah. Kedua isu-isu teritorial atau  batas suatu negara menjadi sebuah polemik tersendiri yang apabila tak mampu dikelola secara kreatif bisa menimbulkan pergesekan, isu-isu semacam ini sering sekali mengintai negara Indonesia-Malaysia yang pada dasarnya akan berakibat fatal terhadap ekonomi. Ketiga isu-isu SARA (Suku, Agama dan Ras) menjadi faktor yang bisa turut mempengaruhi kondisi-kondisi suatu negara, apalagi dengan latar yang beragama menjadi sangat menarik untuk menelusurinya dengan pertimbangan Asean kaya akan isu-isu SARA. Yang mungkin isu awalnya hanya melibatkan keluarga tetapi lama kelamaan memasuki afiliasi kepentingan yang berujung pada konflik. Artinya potensi gejolak itu pada dasarnya cukup besar untuk menimbulkan ketegangan dan merugikan secara ekonomi yang kalau kondisi semacam ini terjadi  maka MEA menjadi sebuah pigura yang buram pada masa depan kawasan harmonis.
            Untuk menjembatani munculnya ide-ide kebersamaan dan rasa kepedulian terhadap masa depan kawasan maka penggalian Asean dimasa lalu dirasa perlu untuk membaca polarisasi hubungan itu. Pada taraf tertentu misalnya kesadaran kawasan perlu dijagah untuk membangun kembali regulasi yang harmonis, segaligus mencoba menakar akar-akar kebersaman melalui ide besar yang berhasil mengkonstruksikan bahwa Asean poros ekonomi baru yang berwajah partisipatoris, yang senantiasa tumbuh diatas tumpukan kebudayaan yang menatap masa depan kawasan yang egalitarian. Singkatnya Asean bagai market yang menjanjikan yang selayaknya mampu tumbuh dan diterjemahkan sebagai perangkat kerja dengan MEA sebagai branding tentang sebuah mimpi Asean poros ekonomi baru yang berdaulat secara partisipatoris negara-negara anggota.

            MEA bisa saja menjadi sebuah propaganda politik ditengah maraknya serbuan-serbuan produk asing yang menegasikan peran-peran lokal (negara-negara Asean), apabila Asean gagal memformulasikan diri menjadi sebuah identitas bersama yang dapat menjadi pemicu lahirnya konflik maupun ketegangan dikawasan. Makanya pernyataan secara ambisius yang mengatakan MEA sebaga alternatif baru bagi market internal skala Asean untuk memberikan sebuah contoh bagi kawasan lain untuk berkaca pada produk Asean yang tentu dengan standarisasi yang berkualitas dunia untuk menunjuk inilah Asean. Tetapi, regulasi politik nasional dapat saja berdampak pada isu-isu MEA yang mungkin saja cenderung politik dibandingkan hasil yang lebih berkualitas. Artinya MEA menjadi suara-suara politisi di tiap-tiap negara namun bentuk keseriusan itu masih terus menarik untuk diuji sejauh mana penerapannya.

Selasa, 01 Desember 2015

Integrasi keilmuan sebuah diskursus epistemologi di uin alauddin makassar

Proposal Skripsi
Judul              :Integrasi Keilmuan Sebuah diskursus epistemologi di UIN Alauddin                             Makassar
Nama penulis : A. Hendra Dimansa
Jurusan          : Aqidah Filsafat Prodi Filsafat Agama

          
  Pergeseran rancang bangun epistemologi dalam pemikiran membawa pengaruh besar di dalam dunia pemikiran islam. Akar sejarah munculnya pemilahan-pemilahan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya berasal dari latar belakang munculnya renaisance di barat, hal ini ditandai dengan pertentangan antara pihak agamawan dengan pihak ilmuan yang menganggap bahwa antara agama dan ilmu pengetahuan saling bertentangan. Puncak dari kekisruhan antara kaum agamawan dengan kaum ilmuan melahirkan pandangan sekulerisme yang memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Akhirnya antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum saling berjalan sendiri-sendiri tanpa saling menyapa antara satu sama lain. Untuk menjembatani pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum maka perlu upaya penyatuan antara keilmuan sekuler dengan keilmuan islam mulai digencarkan kembali, meskipun wacana integrasi keilmuan bukanlah sesuatu hal yang baru.
            Fenomena integrasi keilmuan menjadi sebuah wacana yang hangat diperbincangkan kala proses transformasi IAIN menjadi UIN yang merupakan upaya untuk mencoba menjembatani pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu umum atau terkadang disebut ilmu sekuler, pada dasarnya transformasi IAIN menjadi UIN dapat diartikan sebagai upaya kampus-kampus islam yang berlebel agama untuk membuka diri terhadap ilmu pengetahuan yang selama ini dianggap saling terpisah. Secara sederhana integrasi keilmuan ini merupakan  format wacana         menuju UIN yang dicita-citakan dan segaligus upaya membuka hubungan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, untuk menunjukan sebuah kekhususan dari universitas-universitas islam.
            Ada banyak tokoh-tokoh yang mencoba menjawab mengenai persoalan-persoalan integrasi keilmuan dalam proses transformasi IAIN menjadi UIN dalam skala nasional misalnya nama M. Amin Abdullah yang cukup populer menyuarakan gagasan integrasi keilmuan dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Mulyadi Kartanegara dan banyak lagi tokoh-tokoh lain yang berasal dari UIN yang mencoba menawarkan gagasan untuk membangun integrasi keilmuan.
            Wacana integrasi keilmuan sebagaimana yang juga terjadi di UIN Alauddin Makassar sebagai bias dari transformasi IAIN menjadi UIN melahirkan berbagai upaya-upaya untuk menjembatani pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum, sehingga pada masa rektor Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A UIN Alauddin Makassar mencoba memberikan solusi integrasi dengan menghadirkan dosen agama pada fakultas umum sehingga pola semacam ini sebetulnya tidaklah efektiv pertama sebab dengan menghadirkan dosen agama pada fakultas umum tidaklah menyelesaikan masalah integrasi keilmuan dengan menyederhanakan persoalan hanya pada tahap mencarikan sinkronisasi antara ayat-ayat yang berkaitan dengan fakultas umum yang terkait. Sehingga menjadi sebuah masalah sebab apakah semua persoalan-persoalan ilmu umum memiliki landasan ayat dalam Al-Quran ? ini menjadi sebuah soal tersendiri apabila wacana integrasi keilmuan hanya dimaknai sebagai upaya fakultas umum untuk mencarikan ayat legitimasi bahwa antara ilmu umum dengan ilmu agama memiliki keterkaitan.
            Integrasi keilmuan hendaknya meramu berbagai aspek untuk melahirkan hubungan yang tidak lagi membuat jurang pemisah antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum, sebagaimana yang terjadi selama ini dilapangan bahwa integrasi keilmuan yang terjadi dengan memberikan lebel ayat pada skipris mapun karya-karya tulis lainnya itu bisa menimbulkan sebuah polemik baru apakah ayat hanya menjadi pembenar dari objek kajian tertentu ? sehingga pernyataan selanjutnya apakah ayat menjadi indikator objektiv dalam setiap penelitian?. Pernyaan-pernyataan seperti ini tentu menjadi sebuah indikator bahwa belum adanya kejelasan lebih jauh mengenai model integrasi yang diterapkan di UIN Alauddin Makassar, tentu memberikan dampak tersendiri sebab wacana integrasi selama ini yang beredar hanya menempatkan ayat tanpa mendalami lebih jauh urgensi dari ayat tersebut.
            Ada sebuah contoh yang terjadi di UIN Alauddin Makassar yang mencoba menerapkan integrasi keilmuan dengan model pasang ayat, menurut pengakuan seorang mahasiswa yang mengambil konsen ilmu politik dan ketika mengajukan judul skripsi di jurusan ilmu politik maka dosen pembimbingnya mengarahkan untuk mencarikan ayat yang memiliki kaitan dengan skripsi yang berfokus pada masalah pemekaran wilayah dan sejauh mana mampu mempengaruhi kesejahtraan warga, kasus ini setidaknya menjadi sebuah catatan tersendiri apakah dengan memasang ayat pada skripsi mampu berkorelasi positif pada tingkat objektivitas suatu skripsi ?.  Apabila model integrasi semacam ini diterapkan pada dasarnya memiliki konsekuensi yang harus diterima secara terbuka yakni ketika legitimasi ayat yang menjadi landasan atau penguat suatu penelitian namun hasil dari penelitian itu misalnya berbeda dengan landasan ayat, apabila terjadi kasus semacam itu apakah penelitian tersebut dapat diterima atau malah penelitian itu ditolak sebab bertentangan hasil akhirnya dengan ayat.
            Diskursus integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar masih belum memiliki pijakan yang pasti dalam artian integrasi itu belum bisa difungsikan dalam menjawab tantangan-tantangan yang terjadi. Yang patut pula dicermati misalnya apabila integrasi itu diartikan dengan memberikan legitimasi ayat tetapi bagaimana hubungan timbal baliknya sebab kalau di fakultas umum diharapkan memberikan nuansa ayat, kemudian pada fakultas agama apakah perlu juga memberikan nuansa pengetahuan umum ? singkatnya apabila integrasi masih berkutat pada ayat mana yang cocok maka padasarnya itu bukanlah integrasi. Sebab apabila integrasi hanya dimaknai pada tataran itu maka pada dasarnya tanpa wacana integrasi pun manusia sering pula berinteraksi pada sumber-sumber ayat dan pada kesadaran tertentu pula misalnya ayat memberikan inspirasi dalam penelitiannya atau skripsi, tetapi penelitian atau skripsinya tidak menempelkan ayat tetapi substansi dari kelahiran skripsi itu terilhami dari ayat, apakah contoh semacam ini dinafikan sebagai suatu peristiwa yang berada diluar wacana integrasi ?. Sehingga apabila kasus semacam ini terjadi menimbulkan dua problem yakni pertama apakah yang dimaksud integrasi dengan memasang atau substansi dari ayat itu yang menjadi landasan nilai etika tingkah lakunya.
            Untuk membangun integrasi keilmuan di UIN Alauddin maka sangat perlu dilakukan langkah utama dengan memaknai atau membangun landasan epitemologi dalam ranah integrasi keilmuan, sebab persoalan yang muncul kemudian banyak kasus yang masih salah kapra dalam integrasi keilmuan, perbedaan pandangan mengenai apakah perlu pasang ayat atau tidak ? ini menjadi petanda bahwa bangunan epistemologi integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar masih pada tahap proses perkembangan.

B. Fokus dan Dekripsi Fokus Penelitian
            Fokus penelitian ini terletak pada diskursus epistemologis untuk membangun kerangka integrasi keilmuan, sebab dengan membangun landasan epistemologi yang jelas maka basis integrasi akan menemukan bentuk bukan sekedar pasang ayat. Langkah ini dirasa sangat perlu menginagt wacana integrasi keilmuan menjadi suatu wacana yang masih hangat diperbincangkan skala UIN Alauddin Makassar, untuk saling menyapa antara fakultas agama dengan fakultas umum.
            Basis epistemologi dapat dibangun dari beberapa opsi yang tentu sejak dulu dalam dunia pemikiran islam menjadi suatu landasan yang tentu menarik untuk dielaborasi lebih jauh dengan paradigma modern. Tiga landasan epistemologi islami masa lalu yakni bayani, burhani dan irfani yang oleh para ilmuan muslim menjadi kerangka dasar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Epistemologi ini bisa menjadi salah satu opsi untuk membangun kerangka integrasi keilmuan dan tentu mengkoparasikan dengan berbagai metode untuk memperkaya khazanah epistemologi integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar.
            Menyadari begitu pentingnya landasan epistemologi yang jelas dalam menjawab tantangan integrasi yang selama ini berjalan seolah perkara integrasi hanya selesai dengan pasang ayat, mengingat antara disiplin ilmu agama dan ilmu umum memiliki kekhasan masing-masing dalam hal bangun epistemologinya, maka mengkoparasikan dan mempertemukan basis epistemologi menjadi suatu langkah yang sangat diperlukan guna terwujudnya bangun epistemologi yang memadai. Sebab perkara integrasi di kampus UIN lainnya tampak sudah ada basis epistemologi yang menjadi jalan tengah untuk menghubungkan antara ilmu umum dan ilmu agama dengan berbagai istilah seperti interkoneksitas dan tentu UIN Alauddin Makassar perlu mengejar ketertinggalan tersebut melihat begitu pentingnya landasan epistemologi dalam bangun integrasi keilmuan.


C. Rumusan Masalah
            Berdasar latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka ada beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan wacana integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar ?
2.      Bagaimana konsep epistemologi integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar ?
3.      Bagaimanan relevansi dan implementasi epistemologi dalam menjawab tantangan integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar ?
D. Tujuan Penelitian
            Dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan yakni sebagai berikut:
1.      Memahami wacana integrasi keilmuan dan konsep epistemologi  di UIN Alauddin Makassar.
2.      Memahami epistemologi secara praktik fungsional, relevansi dan implementasinya di UIN Alauddin Makassar.
E. Manfaat Penelitian
            Penelitian integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar ini diharapkan membawa manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat akademis

Diharapkan dengan hasil penelitian integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar memberikan kontribusi kepada civitas akademika, sebab integrasi keilmuan menjadi isu yang begitu hangat diperbincangkan segaligus tulisan ini merupakan suatu sumbangsi secara akademik untuk mendorong lahirnya penelitian-penelitian serupa guna memperkaya khazanah intelektual di UIN Alauddin Makassar. Mengingat begitu pentingnya pengembangan integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar, segaligus secara ambisius penulis berharap penelitian ini dapat menjadi inspirasi lahirnya diskursus epistemologi yang khas UIN Alauddin Makassar.
2.      Manfaat praktis

Memperoleh pengetahuan tentang integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar, melihat sejauh mana perkembangan wacana integrasi keilmuan dan model integrasi keilmuan di UIN Alauddin Makassar, segaligus secara praktik mampu memberikan pandangan atau perspektif dalam melihat sejauh mana relevansi dan implementasi integrasi keilmuan dalam menjawab berbagai tantangan antara basis epistemologi ilmu agama dan ilmu umum. Dengan demikian memberikan pemahaman lebih jauh tentang integrasi keilmuan.


F. Tinjauan Pustaka




            Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu penulus melakukan tinjauan pustaka untuk menopang penelitian lebih lanjut, hal ini tidak terlepas dari objek formal dan objek materil penelitian ini. Sejauh pengamatan penulis ada beberapa rujukan yang sangat signifikan untuk menjadi rujukan dan pengembangan penelitian ini sebagai berikut: 1.Paradigma sains integratif Al farabi yang di tulis oleh Dr. Humaidi
2.konsep ilmu menurut Al Ghazali yang di tulis oleh Bahri M. Ghazali
3.Pengantar filsafat islam yang di tulis oleh M. Dedi Supriadi
4.Paradigma Islam yang di tulis oleh Kuntowijoyo
5.Relasi agama dan teori sosial kontemporer yang di tulis oleh Bryan S.Turner
            Dengan pertimbangan bahwa tersedianya sumber rujukan pustaka yang cukup memadai menjadi pertimbangan tersendiri oleh penulis untuk melanjutkan penelitian tersebut, mengingat begitu pentingnya integrasi keilmuan untuk mendapatkan tempat dalam pengembangan lebih jauh lagi mengenai diskursus epistemologi sebagai kerangka dasar integrasi keilmuan.


G. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini maka penulis menempuh beberapa langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
            Dalam pengumpulan data ini ada dua teknik yang digunakan oleh penelitian diantaranya sebagai berikut:
A.    Dokumentasi teknik ini ditujukan pada penguraian dan penjelasan apa yang telah menjadi sumber-sumber yang telah terdokumentasi. Oleh sebab itu maka teknik ini sangat penting sebagai bahan data disamping untuk menunjang kelengkapan bahan dalam penelitian.
B.     Wawancara atau teknik interview dengan melakukan proses tanya jawab untuk memperoleh informasi-informasi terkait dengan penelitian yang sedang berlangsung. Hal, ini menjadi suatu teknik penting sebab akan memberikan gambaran secara langsung dengan orang-orang yang memang sangat terkait dengan penelitian dan orang yang diwawancarai memiliki kualifikasi keilmuan terkait dengan penelitian.
2. Analisis data
            Pada tahap selanjutnya dengan melakukan analis data dari beberapa data yang terkumpul yang selanjutnya dilakukan proses analisis, ada beberapa teknik sebagai berikut:
A.    Deskriptif dengan memberikan gambaran dan tafsiran tentang data-data yang telah terkumpul.
B.     Interpretasi teknik ini dimaksudkan untuk memahami lebih jauh data-data yang telah terkumpul, untuk memahami sejauh mana korelasi antara berbagai data yang telah terkumpul.
C.     Analisis setelah melakukan deskriptif terhadap istilah-istilah yang ada maka diperlukan analisis lebih dalam untuk memahami konseptual yang terdapat dalam data-data segaligus sebagai upaya pendalaman mengenai hubungan yang saling terkait yang terdapat pada data tersebut.