Senin, 07 Desember 2015

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akankah?

MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akankah ?
            Konsep MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) merupakan sebuah konsep yang dirmusukan oleh para pemimpin Asean untuk membina hubungan secara bilateral antar negara Asean, melihat kondisi negara-negara Asean yang memiliki potensi baik secara geografis maupun potensi sumber daya manusia sehingga menjadi target market bagi negara-negara produsen untuk memasarkan produknya. Menariknya bahwa MEA menjadi sebuah titik sentral untuk memformulasikan potensi-potensi yang ada segaligus memunculkan kawasan Asean sebagai wajah baru yang turut memainkan percaturan ekonomi global.
            MEA selayaknya menjadi poros ekonomi baru ditengah persaingan kawasan yang terjadi di berbagai negara, semisal duo Korea yang saling bersitegang atas nama ideologi, Jepang dan China atau Taiwan dengan China, lebih jauh lagi misalnya Timur Tengah yang malah asyik berperang antar sesama negara Arab. Menyimak lebih jauh lagi persaingan yang terjadi di kawasan anak benua India, yang menimbulkan sebuah ketegangan di kawasan sehingga secara ekonomi antar negara kawasan yang bersitegang menimbulkan efek ketidak harmonisan yang dilandasi atas sikap saling tidak percaya, sehingga menimbulkan pola interaksi ekonomi cenderung mencari ke kawasan yang jauh lebih kondusif secara keamanan. Sebab kerja sama ekonomi mempersyaratkan terjaminya rasa aman dalam dunia usaha yang banyak ditopang oleh stabilitas politik. Atas dasar itulah kemudian kawasan Asean menjadi target atau poros ekonomi baru yang akan muncul dari Asia.
            Asean secara geopolitik cenderung bisa dikatakan stabil sebab latar belakang negar-negara Asean yang begitu beragam, tetapi menimbulkan satu kecenderungan positif yang bisa membuat trend dunia ekonomi bisa mendapat tempat. Artinya bahwa trend ekonomi yang positif yang mulai menunjukan geliatnya pada dasarnya peluang terbesar yang dimiliki oleh kawasan Asean, mengingat di kawasan-kawasan Asia lainya terjadi berbagai konflik yang bisa dikatakan menimbulkan pengaruh besar pada dunia ekonomi. Secara ekonomi semenanjung Korea mengalami kemajuan tetapi catatan bahwa kedua negara Korea tersebut saling bersitegang sehingga berdampak negatif terhadap tumbuhnya peluang-peluang infestasi.
            Peluang besar ini perlu dijagah trendnya dengan stabilitas keamanan Asean sebagai indikator utamanya, sehingga MEA adalah upaya bersama negara-negara Asean untuk memperkuat ketahanan ekonomi segaligus menjaga kekompakan antar negara Asean. Untuk menjadikan Asean sebagai sebuah kawasan poros ekonomi baru yang tumbuh diatas solidaritas bukan dengan rasa curigah. Apabila MEA ini berhasil digalakan secara bersama maka bukan tidak mungkin Asean menjadi reprentasi kawasan yang multikultural tetapi mampu hidup berdampingan dan saling mendukung dalam hal kemajuan ekonomi secara bersama-sama. Asean harus mampu bermimpi kedepan untuk tampil sebagai kawasan yang mampu tumbuh saling bersinergi, sebab dengan perputaran roda ekonomi yang melibatkan negara Asean secara bersama maka hal tersebut saling menguatkan antar negara Asean.
            Perlunya pemahaman lebih jauh tentang MEA untuk ikut serta secara aktif seluruh negara-negara Asean dengan memasarkan produk negara-negara masing-masing, sehingga produk tiap negara mampu untuk dilihat sejauh mana kualitasnya dipasar dan mambu secara kreatif mengolah kebutuhan-kebutuhan pasar. Kemudian MEA menjadi semacam regulator segaligus simulator dalam memasarkan produk tiap negara, dengan tetap memperlihatkan kualitas sebagai bagian pokok dalam mewujudkan produk yang mampu berdaya saing tinggi. MEA sebagai regulator dapat diartikan sebagai upaya bersama negara-negara Asean untuk memasarkan produknya ketiap-tiap negara lainnya dalam skala Asean, hal ini dapat diwujudkan dengan saling memasarkan produk negara anggota Asean sehingga keuntungan-keuntungan ekonomi masih tetap berkutat pada wilayah kawasan Asean. Apabila konsep ini berhasil diterapkan secara nyata maka setelah itu produk-produk yang sudah mampu menembus pasar skala Asean, sehingga langkah selanjutnya produk itu perlu disebarkan secara global dengan kekuatan bersama sebagai satu kesatuan antar negara Asean.
            Regulasi marketing semacam ini perlu dikembangkan untuk saling memberdayakan satu sama lain, sebagai contoh misalnya dengan penerapan semacam ini maka Indonesia sebagai negara agraris perlu menghasilkan produk dari komuditi-komoditi pertanian yang kemudian diolah, maka dalam pengelolaan misalnya Indonesia memerlukan tenaga kerja sehingga negara-negara yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi perlu mendatangkan tenaga kerja dari negara lain skala Asean untuk membantu dan begitu sebaliknya. Dengan regulasi tersebut mengikut sertakan partisipasi aktif semua negara anggota yang pada dasarnya sistem ekonomi semacam ini bersifat terbuka dan memberikan peluang kepada semua negara anggota untuk aktif. Selanjutnya MEA sebagai simulator dapat dipahami dengan menjadikan negara-negara lain sebagai ajang simulasi produk atau sebagai tahap uji coba produk sebelum dipasarkan secara mendunia.
            Konsekuensi dari MEA ini mempersyaratkan pada keterbukaan dan kemudahan antar sesama anggota kawasan, sebab regulasi marketing yang dikehendaki adalah keterbukaan untuk menerima produk dari negara sekawasan yang secara mudah untuk masuk menembus pasar masing-masing anggota. Sehingga kebijakan impor harus mampu membuka ruang bagi keterbukaan dan kemudahan dalam proses bea cukai barang-barang yang hendak masuk dari negara anggota, prinsipnya bahwa asas persamaan standar yang menjadi inti regulasi untuk mewujudkan MEA dengan menjadikan kebersamaan sebagai pilar utama demi pemberdayaan antar sesama negara anggota. Yang kemudian mewujudkan keselarasan dan menolak adanya negara superior dan ninferior untuk mewujudkan tata kawasan yang harmonis.
            Di balik tujuan yang ambisius itu menimbulkan beberapa kemungkinan yang bisa saja terjadi mengingat komplesitasnya latar belakang negara-negara Asean. Pertama dengan adanya asas persamaan standar maka negara anggota yang berada pada level negara produsen akan memperjuangkan persamaan standar yang jelas menguntungkan produk negaranya, sehingga bisa saja hal ini menimbulkan masalah. Kedua isu-isu teritorial atau  batas suatu negara menjadi sebuah polemik tersendiri yang apabila tak mampu dikelola secara kreatif bisa menimbulkan pergesekan, isu-isu semacam ini sering sekali mengintai negara Indonesia-Malaysia yang pada dasarnya akan berakibat fatal terhadap ekonomi. Ketiga isu-isu SARA (Suku, Agama dan Ras) menjadi faktor yang bisa turut mempengaruhi kondisi-kondisi suatu negara, apalagi dengan latar yang beragama menjadi sangat menarik untuk menelusurinya dengan pertimbangan Asean kaya akan isu-isu SARA. Yang mungkin isu awalnya hanya melibatkan keluarga tetapi lama kelamaan memasuki afiliasi kepentingan yang berujung pada konflik. Artinya potensi gejolak itu pada dasarnya cukup besar untuk menimbulkan ketegangan dan merugikan secara ekonomi yang kalau kondisi semacam ini terjadi  maka MEA menjadi sebuah pigura yang buram pada masa depan kawasan harmonis.
            Untuk menjembatani munculnya ide-ide kebersamaan dan rasa kepedulian terhadap masa depan kawasan maka penggalian Asean dimasa lalu dirasa perlu untuk membaca polarisasi hubungan itu. Pada taraf tertentu misalnya kesadaran kawasan perlu dijagah untuk membangun kembali regulasi yang harmonis, segaligus mencoba menakar akar-akar kebersaman melalui ide besar yang berhasil mengkonstruksikan bahwa Asean poros ekonomi baru yang berwajah partisipatoris, yang senantiasa tumbuh diatas tumpukan kebudayaan yang menatap masa depan kawasan yang egalitarian. Singkatnya Asean bagai market yang menjanjikan yang selayaknya mampu tumbuh dan diterjemahkan sebagai perangkat kerja dengan MEA sebagai branding tentang sebuah mimpi Asean poros ekonomi baru yang berdaulat secara partisipatoris negara-negara anggota.

            MEA bisa saja menjadi sebuah propaganda politik ditengah maraknya serbuan-serbuan produk asing yang menegasikan peran-peran lokal (negara-negara Asean), apabila Asean gagal memformulasikan diri menjadi sebuah identitas bersama yang dapat menjadi pemicu lahirnya konflik maupun ketegangan dikawasan. Makanya pernyataan secara ambisius yang mengatakan MEA sebaga alternatif baru bagi market internal skala Asean untuk memberikan sebuah contoh bagi kawasan lain untuk berkaca pada produk Asean yang tentu dengan standarisasi yang berkualitas dunia untuk menunjuk inilah Asean. Tetapi, regulasi politik nasional dapat saja berdampak pada isu-isu MEA yang mungkin saja cenderung politik dibandingkan hasil yang lebih berkualitas. Artinya MEA menjadi suara-suara politisi di tiap-tiap negara namun bentuk keseriusan itu masih terus menarik untuk diuji sejauh mana penerapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar