Jumat, 27 November 2015

agama dan politik

AGAMA DAN POLITIK
            Berbicara mengenai agama tentu mengarahkan pikiran kita tentang sesuatu hal yang paling inti dalam kehidupan ini, yaitu tuhan. Menjadi sangat menarik untuk diperbincangkan sebab ada banyak hal dikehidupan ini yang senantiasa disandarkan kepada tuhan, menjadi sangat lucu misalnya apabila ada seseorang yang secara ukuran ketaatan kemudian dianggap sholeh tetapi ketika mencalonkan diri menjadi bupati, gubernur ataupun caleg tetapi tidak terpilih, pertanyaannya apabila tuhan turut menentukan kemenangan seseorang dalam dunia politik maka apakah tuhan menghendaki orang yang tidak sholeh menjadi pemimpin ?. Dari contoh sederhana diatas dapat ditarik suatu pertanyaan apakah agama memiliki pengaruh dalam dunia politik ?, lalu bukankah dari segi kehidupan sosial agama dan politik sama-sama menjadi sebuah pilar kehidupan.
            Untuk membahas lebih jauh agama dan politik terlebih dahulu mari kita simak pandangan seorang tokoh mengenai kebudayaan, sebab agama dan politik lahir dari sebuah rahim kebudayaan dan ini tentu suatu hal menarik bahwa ada kalanya agama dan politik menjadi suatu bagian yang sering disakralkan. Pandangan Edward Burnett Tylor yang mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan/agama, kesenian dan struktur-struktur politik. Akar dari pandangan ini tentu berangkat dari sebuah kondisi bahwa sejak dulu sistem-sistem kepercayaan sangat percaya kepada hal-hal yang berbau dewa, makanya dalam satu kebudayaan terkadang kita menjumpai adanya banyak dewa yang disembah oleh masyarakat, lalu pertanyaannya apa hubungannya dengan politik ?, hal ini dapat kita lihat bahwa adanya unsur yang dibangun untuk kepercayaan yang dibangun sebagai pelayan politik, seperti adanya pandangan bahwa raja/ratu, kaisar ataupun pemimpin adalah keturunan dewa. Sehingga itulah sebabnya seorang raja cenderung disakralkan oleh para rakyatnya.
            Dewa sebagai simbol agama segaligus diterjemahkan sebagai simbol kekuatan politik, pertanyaannya lebih lanjut mengapa agama membutuhkan politik ?, mungkin sudah menjadi prasyarat bahwa untuk membangun kehidupan keagamaan yang lebih maju perlu ditopang kekuatan politik sehingga agama menjadi alat hegemoni para penguasa. Contoh sederhananya kekaisaran Romawi dengan agama kristen  menjadi agama  yang mendapatkan tempat dalam kehidupan bernegara, Jepang dengan Shinto dan Arab dengan islam. Mengapa agama butuh embel-embel politik dan politik butuh embel-embel agama ?, agama dalam perkembangannya mempersyaratkan ketenagan untuk menjalankan ritus-ritus ibadahnya, untuk menjamin kenyaman itu semua maka hal itu dapat diwujudkan apabila ada jaminan kekuasaan atau politik. Sedangkan politik adalah aktivitas yang membutuhkan massa pendukung dan untuk mendapatkan pendukung ideologis yang siap mati membela agama dengan berbagai perangkatnya adalah pemeluk agama, sehingga secara politik hal ini sangat menguntungkan untuk mengamankan kekuasaan.
            Membaca pola hubungan yang sangat menguntungkan antara agama dan politik maka sangat menarik untuk mengaitkan dengan pandangan seorang Antony Gramsci mengatakan bahwa kekuasaan harus dipahami sebagai sebuah hubungan. Hal ini dilandasi bahwa hubungan itu terlahir dari kesatuan persepsi tentang kepentingan, sehingga untuk menjaga hubungan ini maka diperlukanlah alat propaganda untuk mempertahankan kekuasaan, baik kekuasaan agama dan kekuasaan politik. Untuk mempertahankan kekuasaan yang terdiri dari berbagai unsur sosial seperti agama, budaya dan politik sebagai sebuah unsur yang harus saling terkoneksi/terhubung satu sama lain untuk itu kekuasaan juga bisa merata keseluruh unsur masyarakat atau dalam bahasanya Gramsci menggunakan istilah integral untuk menjelaskan konsepsi baru mengenai watak kekuasaan.
            Olehnya itu mari kita melihat bahwa agama dan politik lahir dari rahim kebudayaan untuk melayani kehidupan sosial, itulah mengapa antara guru spiritual dengan pemimpin politik mendapat tempat yang sakral dalam kehidupan sosial.  Salah satu asas kita bernegara adalah untuk mendapatkan rasa keamanan/kenyamanan maka untuk mewujudkan semua itu maka agama harus membangun hubungan dengan dunia politik begitu seterusnya.
            Agama dan negara merupakan prodak kebudayaan yang ingin memberikan jaminan pada manusia, agama ingin menjamin kehidupan akhirat sedangkan politik ingin menjamin kehidupan duniawi, sehingga untuk mewujudkan semua itu maka diperlukannlah kolaborasi antar keduanya. Machiavelli misalnya memberikan citra buruk pada politik kekuasaan, yang mana seluruh kekuasaan negara memiliki logikanya sendiri yang cenderung bertarung untuk memperebutkan kekuasaan, machiavelli mencoba menggambarkan realitas sosial politik seperti apa adanya dengan citra buruk. Pandangan lain datang dari Thomas Hobbes berpandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk berkuasa dan tidak pernah puas, sehingga untuk menciptakan stabilitas sosial perlu dibuat peraturan yang dipaksakan kepada manusia oleh superiotas tertinggi yaitu negara.

            Agama dan politik saling melayani untuk kepentingan, untuk mengembangkan agama maka diperlukan sokongan politik yang bisa menjamin terwujudnya semua kepentingan itu. Kita tak perlu jauh-jauh mengambil contoh di daerah lain sebab sejarah panjang sul-sel juga pernah terjadi seperti kasus pemberontakan kahar muzakar yang ber-evolusi menjadi perang agama untuk menghaluskan kepentingan politik, bukankah hal ini membuktikan bahwa manusia memiliki kehendak untuk berkuasa dan untuk mewujudkannya mungkin akan berkolaborasi dengan berbagai macam kepentingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar