Jumat, 27 November 2015

Ekspansi Eropa

A. RESPON TURKI USMANI ATAS PENDUDUKAN NAPOLEON DI MESIR
            Usaha pertama memulihkan kembali kekuatan pemerintah imperium Turki semakin mendesak untuk dilakukan sehubungan dengan peperangan antara perancis setelah revolusi dan kemudian napoleon serta kekuasaan-kekuasaan eropa lainnya. Peperangan ini mengguncang eropa dari 1792 M hingga 1815 M[1],dan berlangsung dimana saja tentara eropa bisa bergerak atau armada lautnya bergerak. Tentara perancis, Rusia dan Austria pada waktu yang berbeda menguasai provinsi-provinsi eropa milik sultan Turki. Untuk pertama kalinya, armada laut Inggris dan Prancis terlihat di sebelah timur Mediterania. Setelah mengalami kekalahan perang, khilafah Utsmaniyah berhenti melakukan pembebasan-pembebasan terhadap negeri-negeri yang dijajah oleh para imperealis dan hanya memilih untuk mempetahankan wilayahnya.[2] Pada satu ketika, armada inggris berusaha memasuki terusan yang menuju Istanbul. Pada 1798 M, kekuatan ekspedisi Prancis yang dikomandani Napoleon menguasai Mesir setelah melewati peperangan dengan Inggris. Prancis memerinah Mesir selama tiga tahun, dari sana mencoba bergerak menuju ke Suriah, tetapi dipaksa menarik pasukannya karena intervensi Inggris Raya dan Utsmaniyyah, setelah adanya aliansi militer resmi pertama kalinya antara Utsmaniyyah dan negara-negara non-Muslim.
            Kurun ini adalah sebuah episode singkat, pentingnya episode ini telah diperselisihkan oleh sebagian sejarawan, sedangkan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pembuka zaman baru di Timur Tengah. Ini merupakan serangan besar pertama kekuasaan Eropa ke salah satu negeri Muslim, dan untuk pertama kali penduduk kota tersebut menyaksikan kekuatan militer jenis baru serta para pesaing dari negara-negara besar Eropa. Sejarawan Islam, Al-Jabarti, pada saat itu sedang tinggal di Kairo dan mencatat dampak yang diakibatkannya oleh penyerbuan dengan panjang lebar dan sangat terperinci. Catatannya mencerminkan sebuah kepekaan akan ketimpangan kekuasaan diantara kedua belah pihak, dan ketidak cakapan para penguasa Mesir menghadapi tantangan tersebut.
            Ketika berita pendaratan Prancis di Iskandariah pertama kali sampai ke telinga para pemimpin Mamluk di Kairo, Al-Jabarti menyebutkan, mereka tidak mengindahkan sama sekali hal tersebut, mereka bersandar pada kekuatannya, dan mengklaim bahwa seandainya seluruh orang Prancis datang, mereka tidak akan mampu menghadapi Mamluk, dan Mamluk akan menginjak-injak tentara Prancis dengan kaki kuda-kuda mereka. Hal ini diikuti oleh kekalahan dan kepanikan serta usaha pemberontakan. Namun, sikap perlawanan Jabarti terhadap para penguasa baru bercampur dengan semacam kekaguman kepada para sarjana dan ilmuwan yang datang bersama para penguasa tersebut.
            Jika ada seorang Muslim yang mengunjungi mereka guna melihat-lihat, mereka tidak mencegahnya memasuki tempat-tempatnya yang paling berharga dan setiap kali mereka menemukan dalam dirinya keinginan atau hasrat akan ilmu pengetahuan, mereka menunjukkan persahabatan dan cinta kepadanya. Mereka akan mengeluarkan segala macam gambar, peta, hewan-hewan,burung-burung,tanaman, sejarah kuno dan sejarah bangsa-bangsa, serta kisah kenabian. Ketika peperangan Napoleon telah berakhir, kekutan dan pengaruh eropa makin tersebar luas. Pengadopsian teknik-teknik baru manufatur dan metode-metode baru organisasi industri telah dipicu oleh kebutuhan dan energi yang dihasilkan perang. Pada 1820 M, Louis Jumel, seorang insinyur Prancis telah memulai memperkenalkan penanaman bahan baku katun panjang yang cocok untuk tekstil berkelas tinggi, yang ia temukan di sebuah kebun di Mesir. Mulai saat itu, sejumlah besar lahan pertanian Mesir dialihkan untuk produksi katun, dan hampir seluruh katunnya diekspor ke Inggris. Bukan hanya itu pasukan Napoleon Bonaparte berhasil menerjemahkan tulisan yang ada di piramida Mesir yaitu Jean Baptiste, Joseph Fourier, Jean-Francois Champollion.[3] Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 dan keesokan harinya kota pelabuhan yang penting ini jatuh serta sembilan hari kemudian Rasyid suatu kota yang terletak di sebelah timur Alexandria, jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai di daerah Piramida di dekat Kairo. Pada tanggal 22 Juli, tidak sampai tiga minggu setelah mendarat di Alexandria, Napoleon telah dapat menguasai Mesir.
            Pada tanggal 18 Agustus 1799, Napoleon meninggalkan Mesir kembali ke tanah airnya dan selanjutnya ekspedisi yang dibawanya ia tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam pertempuran yang terjadi di tahun 1801 dengan armada Inggris, kekuatan Prancis di Mesir mengalami kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan Mesir pada tanggal 31 Agustus 1801. Dalam rombongan yang ikut serta dalam ekspedisi tersebut terdiri atas 500 kaum sipil dan 500 wanita, diantara kaum sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan bukan hanya itu Napoleon juga membawa dua unit percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani. Selain itu dalam ekspedisi ini juga dibentuk suatu lembaga ilmiah bernama Institut d’Egypte, yang mempunyai empat bagian: bagian ilmu pasti, bagian ilmu alam, bagian ekonomi-politik dan bagian sastra-seni. Publikasi yang dilakukan lembaga ini bernama La Decade Egyptienne dan disamping itu di terbitkan pula suatu majalah atau surat kabar yang bernama Le Courrier d’Egypte. Di samping itu dalam ekspedisi ini diikut sertakan juga alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi dan sebagainya, eksperimen-eksperimen yang dilakukan di lembaga ini.
B. PENGARUH PENDUDUKAN NAPOLEON DI MESIR
            Napoleon membawa ide-ide baru yang dihasilkan revolusi Prancis seperti:[4]
1.Sistem pemerintahan republik yang di dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini berlainan dengan sistem pemerintahan absolut raja-raja islam. Dalam maklumat-maklumat Prancis republik diterjemahkan menjadi Al-Jumhur al-Faransawi, baru pada abad ke-20 baru mendapat terjemahan yang tepat yakni Jumhuriah.
2.Ide persamaan (egalite) dalam arti samanya kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan. Kalau sebelumnya rakyat Mesir tidak ikut serta dalam pemerintahan negara mereka, tapi sebaliknya Napoleon mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia dagang dari Kairo dan daerah-daerah. Tugas badan ini ialah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum dan menjadi pengantar antara penguasa-penguasa Prancis dan rakyat Mesir. Kemudian disamping itu Prancis juga mendirikan Diwan al-Ummah untuk membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional.
3.Ide kebangsaan yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang Prancis merupakan suatu bangsa (nation) dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing dan datang ke Mesir dari Kaukasus, sungguh pun dia orang islam tetapi berbeda bangsa dengan orang Mesir.
            Singkatnya bahwa ide-ide pembaharuan yang dibawah oleh Napoleon Bonaparte ke Mesir telah memberikan pengaruh tersendiri dalam kehidupan orang Mesir, hingga tak heran kalau ide-ide pembaharuan banyak datang dari negeri Mesir hal ini tidaklah terlepas dari pembaharuan yang ditanamkan oleh Prancis dalam berbagai aspek. Menarik pula untuk kita simak lebih jauh pengaruh yang diberikan Napoleon Boneparte di Mesir, sebab selama keberadaannya disana telah menerbitkan media cetak seperti majalah ataupun koran. Sebab hal yang serupa dapat kita dapati dari tokoh-tokoh pembaharu selanjutnya setelah pendudukan Napoleon seperti Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida boleh kita katakan tokoh-tokoh tersebut menerbitkan majalah atau surat kabar yang memuat tentang pemikiran-pemikiran pembaharuan mereka. Artinya bahwa tokoh-tokoh pembaharu di Mesir merasa perlunya menyebarkan ide-ide mereka lewat media untuk membangun opini ataupun menarik simpatisan yang akan mengikuti seruan-seruan ide yang mereka lontarkan untuk melakukan pembaharuan.

            Selain itu dari segi kesadaran kebangsaan Mesir begitu kuat memegang hal ini dapat kita lihat dari kesadaran mereka akan bernegara dan sisi menariknya bahwa Mesir menerapkan sistem pemerintahan republik di negara mereka, selain itu walaupun kelompok ikhwanul muslimin begitu gencar untuk menerapkan sistem pemerintahan islam tetapi sampai hari ini belum dapat terwujud, sehingga muncul apakah ini masih pengaruh dari pendudukan Napoleon ?. hal yang lain pula yang turut membuat pengaruh pembaharuan di Mesir begitu pesat adalah tak lain bahwa banyaknya mahasiswa Mesir yang menuntut ilmu di Prancis dan hal tersebut secara langsung telah memberikan pengaruh hingga pembaharuan yang terjadi di Mesir banyak berkiblat ke Prancis. Itu artinya dalam memajukan suatu peradaban bahkan sejarah dunia mencatat bahwa peradaban-peradaban yang maju yang memimpin dunia semuanya memiliki kesamaan yaitu meningkatkan taraf berfikir.[5] Tampaknya inilah yang bisa dipetik dari pendudukan Napoleon Bonaparte di Mesir.



                [1] Albert Hourani, A History of The Arab Peoples diterjemahkan oleh Irfan Abubakar dengan judul buku SEJARAH BANGSA-BANGSA MUSLIM (Mizan: Bandung,2004),h.513.
                [2] Anggara Novpria Densi, Karena Anda adalah Generasi Emas (Yogyakarta: Pustaka Jingga, 2013),h.99.
                [3] Abdul Kadir Riyadi, Sejarah Dunia (Surabaya: Pustaka Idea, 2014),h.67.
                [4] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003),h.24-26.
                [5] Felix Y.Siauw, Beyond the Inspiration (Jakarta: Khalifa Press, 2010),h.87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar