A.
RESPON TURKI USMANI ATAS PENDUDUKAN NAPOLEON DI MESIR
Usaha pertama memulihkan kembali
kekuatan pemerintah imperium Turki semakin mendesak untuk dilakukan sehubungan
dengan peperangan antara perancis setelah revolusi dan kemudian napoleon serta
kekuasaan-kekuasaan eropa lainnya. Peperangan ini mengguncang eropa dari 1792 M
hingga 1815 M[1],dan
berlangsung dimana saja tentara eropa bisa bergerak atau armada lautnya
bergerak. Tentara perancis, Rusia dan Austria pada waktu yang berbeda menguasai
provinsi-provinsi eropa milik sultan Turki. Untuk pertama kalinya, armada laut
Inggris dan Prancis terlihat di sebelah timur Mediterania. Setelah mengalami
kekalahan perang, khilafah Utsmaniyah berhenti melakukan pembebasan-pembebasan
terhadap negeri-negeri yang dijajah oleh para imperealis dan hanya memilih
untuk mempetahankan wilayahnya.[2]
Pada satu ketika, armada inggris berusaha memasuki terusan yang menuju
Istanbul. Pada 1798 M, kekuatan ekspedisi Prancis yang dikomandani Napoleon
menguasai Mesir setelah melewati peperangan dengan Inggris. Prancis memerinah
Mesir selama tiga tahun, dari sana mencoba bergerak menuju ke Suriah, tetapi
dipaksa menarik pasukannya karena intervensi Inggris Raya dan Utsmaniyyah,
setelah adanya aliansi militer resmi pertama kalinya antara Utsmaniyyah dan
negara-negara non-Muslim.
Kurun ini adalah sebuah episode
singkat, pentingnya episode ini telah diperselisihkan oleh sebagian sejarawan,
sedangkan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pembuka zaman baru di Timur
Tengah. Ini merupakan serangan besar pertama kekuasaan Eropa ke salah satu
negeri Muslim, dan untuk pertama kali penduduk kota tersebut menyaksikan
kekuatan militer jenis baru serta para pesaing dari negara-negara besar Eropa.
Sejarawan Islam, Al-Jabarti, pada saat itu sedang tinggal di Kairo dan mencatat
dampak yang diakibatkannya oleh penyerbuan dengan panjang lebar dan sangat
terperinci. Catatannya mencerminkan sebuah kepekaan akan ketimpangan kekuasaan
diantara kedua belah pihak, dan ketidak cakapan para penguasa Mesir menghadapi
tantangan tersebut.
Ketika berita pendaratan Prancis di
Iskandariah pertama kali sampai ke telinga para pemimpin Mamluk di Kairo,
Al-Jabarti menyebutkan, mereka tidak mengindahkan sama sekali hal tersebut,
mereka bersandar pada kekuatannya, dan mengklaim bahwa seandainya seluruh orang
Prancis datang, mereka tidak akan mampu menghadapi Mamluk, dan Mamluk akan
menginjak-injak tentara Prancis dengan kaki kuda-kuda mereka. Hal ini diikuti
oleh kekalahan dan kepanikan serta usaha pemberontakan. Namun, sikap perlawanan
Jabarti terhadap para penguasa baru bercampur dengan semacam kekaguman kepada
para sarjana dan ilmuwan yang datang bersama para penguasa tersebut.
Jika ada seorang Muslim yang
mengunjungi mereka guna melihat-lihat, mereka tidak mencegahnya memasuki
tempat-tempatnya yang paling berharga dan setiap kali mereka menemukan dalam
dirinya keinginan atau hasrat akan ilmu pengetahuan, mereka menunjukkan
persahabatan dan cinta kepadanya. Mereka akan mengeluarkan segala macam gambar,
peta, hewan-hewan,burung-burung,tanaman, sejarah kuno dan sejarah
bangsa-bangsa, serta kisah kenabian. Ketika peperangan Napoleon telah berakhir,
kekutan dan pengaruh eropa makin tersebar luas. Pengadopsian teknik-teknik baru
manufatur dan metode-metode baru organisasi industri telah dipicu oleh
kebutuhan dan energi yang dihasilkan perang. Pada 1820 M, Louis Jumel, seorang
insinyur Prancis telah memulai memperkenalkan penanaman bahan baku katun
panjang yang cocok untuk tekstil berkelas tinggi, yang ia temukan di sebuah
kebun di Mesir. Mulai saat itu, sejumlah besar lahan pertanian Mesir dialihkan
untuk produksi katun, dan hampir seluruh katunnya diekspor ke Inggris. Bukan
hanya itu pasukan Napoleon Bonaparte berhasil menerjemahkan tulisan yang ada di
piramida Mesir yaitu Jean Baptiste, Joseph Fourier, Jean-Francois Champollion.[3]
Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 dan keesokan harinya
kota pelabuhan yang penting ini jatuh serta sembilan hari kemudian Rasyid suatu
kota yang terletak di sebelah timur Alexandria, jatuh pula. Pada tanggal 21
Juli tentara Napoleon sampai di daerah Piramida di dekat Kairo. Pada tanggal 22
Juli, tidak sampai tiga minggu setelah mendarat di Alexandria, Napoleon telah
dapat menguasai Mesir.
Pada tanggal 18 Agustus 1799,
Napoleon meninggalkan Mesir kembali ke tanah airnya dan selanjutnya ekspedisi
yang dibawanya ia tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam
pertempuran yang terjadi di tahun 1801 dengan armada Inggris, kekuatan Prancis
di Mesir mengalami kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan
Mesir pada tanggal 31 Agustus 1801. Dalam rombongan yang ikut serta dalam
ekspedisi tersebut terdiri atas 500 kaum sipil dan 500 wanita, diantara kaum
sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan bukan hanya
itu Napoleon juga membawa dua unit percetakan dengan huruf Latin, Arab dan
Yunani. Selain itu dalam ekspedisi ini juga dibentuk suatu lembaga ilmiah
bernama Institut d’Egypte, yang
mempunyai empat bagian: bagian ilmu pasti, bagian ilmu alam, bagian
ekonomi-politik dan bagian sastra-seni. Publikasi yang dilakukan lembaga ini
bernama La Decade Egyptienne dan disamping itu di terbitkan pula suatu majalah
atau surat kabar yang bernama Le Courrier d’Egypte. Di samping itu dalam
ekspedisi ini diikut sertakan juga alat-alat ilmiah seperti teleskop,
mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi dan sebagainya,
eksperimen-eksperimen yang dilakukan di lembaga ini.
B.
PENGARUH PENDUDUKAN NAPOLEON DI MESIR
Napoleon membawa ide-ide baru yang
dihasilkan revolusi Prancis seperti:[4]
1.Sistem
pemerintahan republik yang di dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu
tertentu, tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen.
Sistem ini berlainan dengan sistem pemerintahan absolut raja-raja islam. Dalam
maklumat-maklumat Prancis republik diterjemahkan menjadi Al-Jumhur al-Faransawi,
baru pada abad ke-20 baru mendapat terjemahan yang tepat yakni Jumhuriah.
2.Ide
persamaan (egalite) dalam arti samanya kedudukan dan turut sertanya rakyat
dalam soal pemerintahan. Kalau sebelumnya rakyat Mesir tidak ikut serta dalam
pemerintahan negara mereka, tapi sebaliknya Napoleon mendirikan suatu badan
kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia
dagang dari Kairo dan daerah-daerah. Tugas badan ini ialah membuat
undang-undang, memelihara ketertiban umum dan menjadi pengantar antara
penguasa-penguasa Prancis dan rakyat Mesir. Kemudian disamping itu Prancis juga
mendirikan Diwan al-Ummah untuk membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan
kepentingan nasional.
3.Ide
kebangsaan yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang Prancis
merupakan suatu bangsa (nation) dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing dan
datang ke Mesir dari Kaukasus, sungguh pun dia orang islam tetapi berbeda
bangsa dengan orang Mesir.
Singkatnya bahwa ide-ide pembaharuan
yang dibawah oleh Napoleon Bonaparte ke Mesir telah memberikan pengaruh
tersendiri dalam kehidupan orang Mesir, hingga tak heran kalau ide-ide
pembaharuan banyak datang dari negeri Mesir hal ini tidaklah terlepas dari
pembaharuan yang ditanamkan oleh Prancis dalam berbagai aspek. Menarik pula
untuk kita simak lebih jauh pengaruh yang diberikan Napoleon Boneparte di
Mesir, sebab selama keberadaannya disana telah menerbitkan media cetak seperti
majalah ataupun koran. Sebab hal yang serupa dapat kita dapati dari tokoh-tokoh
pembaharu selanjutnya setelah pendudukan Napoleon seperti Jamaluddin Al-Afgani,
Muhammad Abduh dan Rasyid Rida boleh kita katakan tokoh-tokoh tersebut
menerbitkan majalah atau surat kabar yang memuat tentang pemikiran-pemikiran
pembaharuan mereka. Artinya bahwa tokoh-tokoh pembaharu di Mesir merasa
perlunya menyebarkan ide-ide mereka lewat media untuk membangun opini ataupun
menarik simpatisan yang akan mengikuti seruan-seruan ide yang mereka lontarkan
untuk melakukan pembaharuan.
Selain itu dari segi kesadaran
kebangsaan Mesir begitu kuat memegang hal ini dapat kita lihat dari kesadaran
mereka akan bernegara dan sisi menariknya bahwa Mesir menerapkan sistem
pemerintahan republik di negara mereka, selain itu walaupun kelompok ikhwanul
muslimin begitu gencar untuk menerapkan sistem pemerintahan islam tetapi sampai
hari ini belum dapat terwujud, sehingga muncul apakah ini masih pengaruh dari
pendudukan Napoleon ?. hal yang lain pula yang turut membuat pengaruh
pembaharuan di Mesir begitu pesat adalah tak lain bahwa banyaknya mahasiswa
Mesir yang menuntut ilmu di Prancis dan hal tersebut secara langsung telah
memberikan pengaruh hingga pembaharuan yang terjadi di Mesir banyak berkiblat
ke Prancis. Itu artinya dalam memajukan suatu peradaban bahkan sejarah dunia
mencatat bahwa peradaban-peradaban yang maju yang memimpin dunia semuanya
memiliki kesamaan yaitu meningkatkan taraf berfikir.[5]
Tampaknya inilah yang bisa dipetik dari pendudukan Napoleon Bonaparte di Mesir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar