MASIH ADAKAH GALAU DI
2015 ?
Setelah menyelami kehidupan sepanjang tahun 2014 dengan
gejolak batin yang silih berganti ibarat roda yang berputar kadang sedih kadang
pula duka menyelimuti malam dan siang kehidupan manusia di bumi, bagi yang terselimuti
duka di tahun 2014 pasti berpikir apakah tahun 2015 adalah tahun move on atau
itu akan menjadi tahun kegalauan part II dalam hidupnya ataukah bagi mereka
yang diselimuti rasa bahagia di tahun 2014 maka pengharapan episode kebahagian
tentu menjadi dambaan di setiap hela nafasnya.
“Maaf, apakah adek
mahasiswa ?”.
“Iya pak, saya
mahasiswa”.
“Bisakah adek kami
wawancarai ?”.
“Tentu bisa pak kenapa
tidak”.
“Bagaimana harapan adek
menyambut tahun 2015 ?”.
“Harapan saya sebagai
seorang mahasiswa adalah pemerintah menurunkan harga BBM”.
“Kenapa harapan adek
seperti itu ?, bukankah turunya harga BBM merupakan harapan setiap orang yang
ada di republik ini”.
“Bagaimana saya harus
memiliki harapan lain selain itu pak ?, sebagai seorang manusia tentu kita hidup
berkelompok bagaimana saya harus mementingkan harapan pribadiku kalau ada orang
lain di sekitarku malah menderita”.
“Jadi, apakah adek akan
terus berjuang demi turunnya harga BBM ?”.
“Tentu pak”.
“Ok. Semoga harapan
adek terwujud”.
Setelah mewawancarai mahasiswa tersebut dia pun mencari
orang lain untuk dia wawancarai, ketika melirik ke pojok taman maka dia melihat
seorang pasangan kekasih yang lagi di mabuk kasmaran dan baginya tentu pasangan
kasmaran ini menjadi sasaran berikutnya untuk dia wawancarai.
“Maaf bisa saya meminta anda berdua untuk
diwawancarai”.
“bisa-bisa”. Menyahut
serentak maklum lagi kasmaran.
“Apakah anda berdua
adalah pasangan kekasih ?”.
“Ia”.
“Mungkin saya
wawancarai mas dulu deh. Apa harapan anda di tahun 2015 ?”.
“Yah, kalau saya
ditanya soal harapan kedepannya di tahun 2015 pastilah saya berharap supaya
cinta kami berdua semakin lancar”.
“Kalau mbak, apa
harapannya di tahun 2015 ?”.
“Harapanku sama seperti
dia tapi tidak serupa atau lebih tepatnya aku berharap dia makin sayang padaku”.
“Yah, lalu apa rencana
anda berdua untuk mewujudkan harapan itu ?”.
“Nanti kami lihat
kedepannya”. (Menjawab serentak”.
“Baik terima kasih atas
waktunya”.
Dengan wajah yang tegak melangkah menantang angin melawan
badai angan yang kian menerpanya, hingga cacian dan stempel makian berlebel
pada tubuh tipisnya serta panggilan mesra baginya bagi setiap orang yang
mengenalnya dengan kata “gila”.
“Assalamualaikum, ibu
anakmu sudah pulang”.
Dengan tenaga yang agak
lesu dan daun pintu terbuka perlahan menyingkap istana sederhananya,
dipandanginya sosok tubuh yang telah lama di rindukannya.
“Ibu aku pulang, pasti
ibu rindu dan telah banyak kubawa pulang pengalaman wawancaraku, apakah ibu mau
mendengarkan hasil wawancaraku ?”.
Tanpa disadari oleh
ibunya air matanya pun berdesak-desakan tumpah membasahi pipinya dan secara
tiba-tiba merangkul anaknya dengan sekejap meraih tubuh anaknya yang tipis
seolah getaran rindu telah lama bermeditasi dalam jiwanya.
“Anakku sudahlah
lupakan keinginanmu untuk jadi wartawan, sebab kau ini adalah orang gila mana
ada stasiun TV yang mau menerimamu menjadi wartawan”.
Mendengarkan ucapan
ibunya dia berlari meninggalkan rumah seolah tak menerima dirinya di cap orang
gila, sambil menyandarkan kepalanya didinding ibunya merasa bahwa anaknya belum
bisa menerima keadaannya yang terganggu jiwanya.
“Tuhan kenapa aku gila
?, lalu salahkah aku bila ingin jadi wartawan apakah hubungannya antara gila
dengan wartawan ?, oh orang gila apa salahmu hingga dunia menolakmu”.
Akhirnya dia memejamkan matanya sejenap sambil menghela
nafasnya dalam-dalam dan ketika dia membuka matanya maka dilihatnya banyak
orang meniup terompet serta petasan bertaburan diangkasa, hingga terdengar
teriakan-teriakan yang saling bersahutan.
“Selamat tahun baru”.
“Akhirnya kita masuki
tahun 2015”.
Matanya melotot
memandang setiap orang yang lalu lalang di taman kota, tetapi seketika rasa
takut menyelimuti jiwanya sewaktu melihat ada orang berbaju putih berkerumunan
masuk taman kota. Karena dalam benaknya pasti orang berbaju putih itu adalah
suster yang mencarinya. Akhirnya dia pun berlari kencang menuju pinggir taman
yang agak sunyi sebab hanya ada beberapa orang dengan mobil bus yang terparkir
dan setelah mendekat dilihatnya bahwa orang-orang yang berada di sekitar bus itu
adalah wartawan, maka terbesit niatnya untuk mewawancarai wartawan tersebut.
“Maaf bapak dan ibu
sekalian wartawan yah”.
“Ia, kami wartawan”.
“Bolehkah saya
mewawancarai anda”.
“Anda ini wartawan juga
yah”.
“Bukan”.
“Lalu, untuk apa anda
mewawancarai kami ?”.
“Sebab saya yakin
mewawancarai itu adalah hak semua orang, bedanya anda dengan saya adalah kalau
anda mewawancarai orang itu karena tuntutan kerja dan sebaliknya kalau saya
mewawancarai orang itu karena sebuah keinginan untuk mendengarkan suara-suara
orang lain, sebab saya yakin setiap orang berbicara sesuai dengan kadar
kebenaran yang ada pada dirinya”.
“Sungguh baru kali ini
saya mendapatkan sebuah pemahaman baru tentang dunia yang selama ini kami
geluti, jadi sekarang apakah anda mau mewawancarai kami secara live ?”.
Tak pernah disangka olehnya bahwa dia akan mendapatkan
kesempatan mewawancarai para wartawan secara life. Orang-orang disekitar rumah
ibunya pun akhirnya memanggil ibunya untuk menyaksikannya mewawancara para
wartawan secara life.
“Ibu, cepat kemari anak
ibu Ilham masuk TV”.
“Ah, kamu jangan
bercanda mana mungkin orang yang gangguan jiwa bisa mewawancarai para wartawan
nda kebalik tuh”.
“Lihat dulu bu”.
Dengan tergesa-gesa
ibunya pun menuju rumah tetangga untuk melihat apakah yang di katakan
orang-orang itu benar atau tidak, alangkah terkejutnya saat dia melihat anaknya
yang dianggap gila itu bisa mewawancarai para wartawan.
“Anak ibu hebat yah”.
Hanya linangan air mata
yang menjadi jawabannya sebab anaknya telah mewujudkan mimpinya dan kini dia
sadar apa makna sebuah harapan ?, anaknya yang dianggap gila telah mewujudkan
harapannya dengan melakukan wawancara kepada siapa saja yang ditemuinya.
Mungkin ini sebuah kritikan bagi kita semua bahwa disetiap tahun baru ada saja
harapan yang ingin dicapai namun kita cenderung mengabaikan usaha untuk
mewujudkan harapan itu, anda bisa saja dikatakan gila namun ketika harapan itu
berhasil anda wujudkan maka saat itulah orang menghargai apa yang ada lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar