Selasa, 17 November 2015

SPIRITUAL SIRUNTU MATANNA ESSOE ALA PETTA RANRU DI BATU LOTONG


SPIRITUAL  SIRUNTU MATANNA ESSOE ALA PETTA RANRU DI BATU LOTONG
                Di setiap wilayah memiliki suatu lokal wisdom yang menjadi sebuah identitas masyarakat dan menjadi pembeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Apabila kita berbicara dalam konteks kebudayaan hal ini tentu sangat wajar sebab dalam kaca mata kebudayaan masyarakat tentu memiliki sistem nilai yang kompleks yang termuat di dalamnya seperti sistem adat, sistem kepercayaan, sistem pemerintahan dan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan. Dengan landasan tersebut maka sangat wajar apabila daerah yang bernama Batu Lotong memiliki lokal wisdom yang sangat menarik untuk di kajih lebih jauh, mengingat bahwa Batu Lotong yang terletak di pinggiran sungai dan diapit oleh beberapa gunung menyebabkan daerah tersebut memiliki tingkat kesuburan diatas rata-rata di bandingkan dengan daerah lain yang berada di desa Sanjai Kec. Sinjai Timur Kab. Sinjai.
                Ada sebuah adagium yang menyatakan bahwa peradaban muncul di pinggiran air (sungai dan laut), hal ini kemudian dapat di buktikan bahwa di Batu Lotong memiliki suatu pandangan yang sangat menarik mengenai spiritual siruntu matanna essoe ala Petta Ranru. Dalam pandangan ini menyatakan bahwa kehidupan sangat bergantung pada terang atau matanna essoe, bahwa segala mahluk hidup yang berada di dunia ini memiliki ketergantungan pada terang dan hal ini di simbolkan dengan matanna essoe atau matahari. Manusia dalam hidupnya senantiasa mencari terang kehidupannya seperti mengapa manusia bekerja atau mencari nafkah ?, karena manusia ingin menerangi kehidupannya.
                Makna matanna essoe dapat berarti secara fisik dalam artian manusia membutuhkan cahaya matahari dan dapat pula berarti secara simbolistik yang beranggapan bahwa kehidupan rohani seseorang harus di terangi dan hal ini menyimbolkan bahwa tuhan itu adalah esa, sebab sumber terang itu ialah tuhan. Yang menarik pula dalam pandangan spiritual siruntu matanna essoe ala Petta Ranru mengartikan bahwa untuk memaknai yang simbolistik itu perlu hal fisik sebagai pusat untuk mengantarkan memahami yang simbolistik itu, mungkin hal ini sangat mirip dengan pandangan islam dengan menjadikan kabbah sebagai fokus untuk memahami yang metafisik itu. Hal ini menandakan bahwa manusia yang berada pada alam materi memerlukan petanda fisik untuk menyingkap apa di balik materi sebagai sumber terang.
                Dalam pandangan spiritual matanna essoe ala Petta Ranru sangat menitik beratkan pentingnya transformasi nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari seperti terang atau matanna essoe maka manusia harus mampu menerangi sesamanya hal ini bermakna fisik dan terang jiwa untuk membantu sesama itulah simbol spiritual yang mengarahkan manusia harus saling membantu. Artinya bahwa keberadaan manusia di muka bumi ini sebagai pantulan terang dari tuhan untuk mewujudkan kehidupan di bumi yang penuh dengan nilai-nilai spiritualitas. Selain itu dalam tataran ritusnya menuntut manusia untuk merenungi kehidupan ini, sebab ada banyak manusia menjalani hari-harinya tidak menemukan terang atau menerangi sesama. Apabila kehidupan ini tidak menemukan terang maka manusia tidak mampu membedakan mana air mana api, sehingga ada sesama yang meminta api tapi yang di berikan adalah air maka hal ini akan membuat kehidupan ini menjadi kacau.
                Implementasi dari pandangan ini menegaskan bahwa manusia adalah penyebar terang tetapi bagaimana manusia itu mencapai penerangan batin maka manusia harus merenungi kehidupan sebab dengan merenung manusia dapat memikirkan apa yang selama ini di lihatnya tetapi hanya dianggap sebagai hal biasa, dengan merenunglah manusia dapat memikirkan hal-hal yang biasa tapi mampu menemukan hal tidak biasa di balik itu semua. Untuk mensyukuri kehidupan ini maka manusia harus mampu berbuat dalam artian memberikan penerangan kepada sesama, sebagaimana matahari atau matanna essoe menerangi kehidupan di bumi tanpa memandang status atau pun kelas-kelas sosial artinya bahwa ini menjadi simbol manusia harus menjadi terang kepada sesama tanpa memandang dari latar belakang sosial seseorang. Spiritualitas sirintu matanna esso ala Petta Ranru ini muncul ketika dua arus besar yang terjadi perebutan kekuasaan antara kerajaan Goa dan kerajaan Bone maka untuk menetralisir yang dapat merusak tatanan kehidupan di Batu Lotong yang memiliki akar nenek moyang yang beragam ada unsur Goa yang diwakili oleh Lolongang Daeng Siajeng dan unsur Bone Petta Ranru sendiri serta unsur Batu Lotong yang diwakili oleh Puang Mangkawani, kemudian menjadikan pandangan ini mampu masuk keranah politik sebagai filter untuk mempertahankan keanekaragaman etnik yang ada di Batu Lotong.
                Dalam aspek kehidupan yang sangat beragam etnik maka spiritualitas haruslah mampu menjernihkan pikiran bukan asas kepentingan tetapi asas kebersesamaan, makanya dalam kasus perebutan kekuasaan dua kutub besar itu yang mencoba masuk di Batu Lotong maka spiritual sinruntu matanna essoe ala Petta Ranru mencoba memberikan pemahaman bahwa apabila jiwamu terang maka engkau akan melihat sesamamu sebagai dirimu bukan lagi dia sebagai etnik tertentu tetapi dia sebagai dirimu. Maka manusia yang telah bertemu terang dalam perenungan batinya maka dia tak lagi ada sikap membeda-bedakan sesama sebab manusia dengan manusia lain esensinya adalah bagian dari dirinya.
                Layaknya matahari yang senantiasa hadir setiap hari maka manusia setiap hari pulalah bertemu dengan matahari maka pertemuan fisik itu selayaknyalah manusia dapat tiap hari pula bertemu dengan terang di balik simbol itu, sehingga setiap saat manusia dapat saling membantu antar sesama dalam kehidupan di bumi. Dalam pandangan spiritual siruntu matanna essoe ini menitik beratkan bahwa manusia harus bersikap aktif dalam menjalani kehidupannya bukan pasrah sebab hakikat kehidupan di dunia adalah aktif mencari sumber penghidupan untuk menerangi kehidupan keluarga dan sesama yang membutuhkan. Hal ini menandakan dalam pandangan ini menyatakan dalam kehidupan manusia tidak boleh menunggu datangnya rezeki tapi menjemput datangnya rezeki, bahwa kedekatan dengan tuhan secara spiritual bukan menjadikan seseorang mengabaikan kehidupan dunia sebab untuk membantu sesama bukan dengan terlebih dahulu menyentuh di balik fisik tapi memberi yang fisik baru menjelaskan ada apa di balik simbol itu.
                Diakhir hayatnya Petta Ranru sebelum meninggal dia meminta keluarganya untuk mempertemukan Petta Ranru dengan matanna essoe atau cahaya matahari sebab bagi Petta Ranru matanna essoe atau matahari adalah cahaya fisik yang perlu di temui sebelum bertemu dengan matanna essoe atau matahari yang esensi yaitu tuhan. Setelah selesai bertemu dengan matanna essoe atau matahari maka Petta Ranru di bawa naik ke Saraja Batu Lotong tempatnya kemudian yang mengantarkan perjalanannya kembali bertemu dengan matanna essoe atau matahari yang esensi sumber terang dalam perjalanan kehidupan manusia.
                Apa yang dilakukan oleh Petta Ranru dengan bertemu langsung dengan matahari sebelum meninggal, mungkin hal ini sangat mirip dengan pandangan emanasi Plotinus yang menyebutkan tentang gerak turun dan gerak naik dan hal ini dapat di maknai bahwa pertemuan Petta Ranru dengan matahari dapat diartikan bahwa gerak turun cahaya matahari secara fisik dan meninggalnya Petta Ranru sebagai sebuah simbol gerak naik untuk menemui matanna essoe atau matahari yang hakiki tempat segala sesuatunya bergantung. Ada hal yang substansi yang dapat dilihat dari peristiwa ini bahwa gerak turunya cahaya matahari atau emanasi ke alam materi maka untuk memantulkan kembali cahaya itu diperlukan manusia memiliki batin yang senantiasa memikirkan kehidupan ini, sehingga pemantulan itu dapat terjadi dan manusia akan menemukan matanna essoe atau matahari kehidupan ini. Sebab itu pulalah kematian jangan dimaknai sebagai kepergian tetapi kematian adalah hilangnya cahaya pada manusia sehingga mahluk di bumi tak lagi mampu melihat jasad manusia secara fisik sebab telah menyatu dengan cahaya hakiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar