SARAJA
BATU LOTONG SIMBOL GOOD
GAVERNANCE
Di setiap sistem pemerintahan selalu
memiliki pusat pelayanan yang mampu mengakomodir berbagai kepentingan
masyarakatnya, pada zaman lampau di Batu Lotong terdapat sebuah Saraja atau
rumah adat tempat berdiamnya seorang pemimpin yang memiliki kharismatik bukan
retorik tetapi adai nagau (kata dan perbuatan), sehingga dia diangkat bukan
atas dasar melakukan kampanye dengan baliho yang bertebaran tetapi masyarakat
yang merasa membutuhkan sosok untuk memimpin mereka. Mungkin hal ini sangat
berbeda dengan zaman sekarang sebab bukan rakyat yang terlalu membutuhkan
tetapi mereka-mereka yang mengaku siap memimpin tetapi pada dasarnya mereka
yang membutuhkan untuk memimpin, buktinya mereka para calon-calon pemimpin
banyak bermain many politik.
Saraja bukan sekedar di buat untuk
pelayanan publik atau masyarakat tetapi banyak mempertimbangkan berbagai aspek,
pertama Saraja sebagai pusat pelayanan masyarakat harus mudah di jangkau oleh
masyarakat yang membutuhkan pelayanan makanya Saraja yang dibuat di Batu Lotong
zaman dahulu dibuat sangat besar dengan empat puluh tiang sehingga rumah adat
tersebut mampu menampung banyak orang, hal ini dipertimbangkan apabila terjadi
banjir besar maka masyarakat dapat di tampung di Saraja. Mengingat posisi Batu
Lotong yang barada di wilayah sungai dan diapit beberapa gunung menyebabkan
pembangunan Saraja mempertimbangkan bahwa ketika terjadi hujan yang menimbulkan
banjir maka Sarajalah sebagai tempat berlindung dari banjir, hal ini menyebabkan
Saraja berada di wiliyah bukit tetapi mudah di jangkau.
Kedua Saraja dapat berfungsi sebagai
tempat musyawara untuk memutuskan berbagai permasalahan yang terjadi dan hal
ini menandakan pula bahwa pemimpin di Saraja tidak secara sepihak mengambil
kebijakan tetapi perlu mendengarkan berbagai pandangan sebelum mengambil
keputusan, hal tersebut menandakan adanya unsur keterlibatan rakyat dalam
pemerintahan segaligus menjalankan kontrol terhadap berbagai kebijakan pimpinan
Saraja dan rakyat berhak mempertanyakan keputusan pemimpin tanpa di
halang-halangi oleh pihak yang menjaga keamanan pimpinan Saraja, mungkin hal
ini sangat kontras dengan apa yang terjadi sekarang pemimpin sibuk dan susah
untuk di temui oleh rakyat atau bahkan di halang-halangi oleh oleh petugas
keamanan.
Ketiga dalam Saraja adanya pemisahan
antara keuangan Saraja yang diperuntutkan untuk masyarakat dan keuangan
keluarga pemimpin Saraja, sebab apabila tidak ada pemisahan hal ini dapat
menyebabkan kecurigaan dari rakyat sehingga good gavernance betul-betul di jalangkan berbeda
dengan sekarang uang pribadi dan negara bercampur tak karuan sehingga ada uang
yang di peruntutkan untuk pembangunan negara malah di salah gunakan oleh pihak
yang tak bertanggung jawab sebabnya banyak pemimpin masuk bui atau jadi tahanan
KPK.
Keempat Saraja memiliki ruang khusus
menjamu tamu dalam wanua/wilayah lain yang ingin berkunjung ke Saraja,
memperlakukan tamu secara layak tanpa harus ada pembedaan apakah dia berasal
dari wanua/wiliyah yang tidak kaya akan potensi atau wanua/wilayah yang masih
berkembang ?, mungkin dalam bahasa sekarang adalah tidak adanya pembedaan
apakah dia berasal dari negara maju atau negara terbelakang ?. Sehingga aspek
penghormatan kepada sesama sangat di dahulukan tanpa memandang suku maupun etniknya.
Adanya rasa saling menghormati dan memperlakukan manusia dengan layak tanpa ada
tendensius kepentingan.
Saraja tak pernah membatasi diri
bahwa melindungi masyarakat tidak harus melapor baru bisa mendapatkan pelayanan
tetapi Saraja hadir dalam berbagai kehidupan untuk mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat. Tidak adanya pembedaan apakah dia dekat dengan pemimpin Saraja atau
tidak semuanya sama dan berhak mendapatkan pelayanan prima, mungkin hal ini
sangat kontras dengan sekarang pelayanan kesehatan misalnya bagi masyarakat
biasa kelas berbeda dengan para pegawai yang cenderung sangat prima pelayanan
yang di berikan bukankah ini ketidak setaraan dalam pelayanan publik ?.
Kehidupan pemimpin Saraja sangat
sederhana dan bahkan untuk menikmati kehidupan yang cukup pemimpin Saraja pun
harus bekerja tidak hanya ongkang-ongkang kaki menunggu datangnya pajak, hal
ini tidak berlaku dalam terminologi pemerintahan yang berlaku pada Saraja coba
bandingkan dengan pemimpin hari ini yang cenderung sangat menikmati kemewahan
tanpa perlu bersusah payah, mungkin hanya dengan mengatur satu proyek untuk
memenangkan kontraktor tertentu maka pemimpin akan mendapatkan bagian dari
hasil proyek itu. Sehingga pembangunan saat ini cenderung terlihat hanya untuk
menghabiskan anggaran bukan di bangunan untuk dinikmati jangka panjang.
Di negeri ini sejatinya memiliki
kearifan lokal atau lokal wisdom yang masih sangat relevan untuk digali dan
diterapkan di masa yang akan datang maupun sekarang, sebab bangsa yang besar
adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah mungkin terlalu banyak term-term
yang masuk di negeri ini sehingga hal-hal yang bersifat lokalitas yang
merupakan bagian dari diri kita sebagai bangsa Indonesia kemudian menjadi
terlupakan dan tergantikan dengan apa yang telah menjadi warisan di masa lalu.
Perlu kesadaran akan diri sebagai bangsa yang bukan hanya mampu memahami
perkembangan bangsa lain tetapi perlu menelusuri ke dalam tentang kesejatian
bangsa kita sendiri seupaya bangsa ini tidak mengalami krisi identitas. Apabila
krisi identitas ini terjadi maka yakinlah bangsa kita tak akan pernah tau
seperti apa dirinya yang sejati.
Bangsa ini kemudian menjadi bangsa
yang ikut arus tanpa memunculkan sebuah identitas yang kemudian layak untuk
diperhitungkan secara global, seperti masuknya food, fetion dan fun apa yang
terjadi pada bangsa kita ?, kemudian menjadi pengikut arus dari budaya pop yang
cederung memarjinalkan budaya lokal yang kita miliki. Pertanyaannya mengapa hal
in terjadi ?, mungkinkah ini gejalah krisis identitas lalu dimana pemimpin kita
dalam kasus ini ?. Pemimpin bangsa ini sibuk memikirkan dirinya sendiri hal ini
berbeda dengan makna Saraja sebagai simbol kekuasaan yang ada disetiap
sendi-sendi kehidupan menghargai budaya wanua/wilayah atau bangsa lain tetapi
tidak meninggalkan identitas yang kita miliki. Ini sangat berbeda dengan
sekarang malah pemimpin kitalah yang memanggil bangsa lain untuk menancapkan
pengaruh di negeri ini dengan bentuk kerja sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar