Jumat, 27 November 2015

Belajar Filsafat

                                                BELAJAR FILSAFAT
            Belajar tentang filsafat terkadang membuat kita larut pada hal-hal yang sebenarnya yang tidak menandakan bahwa kita sedang belajar filsafat, mungkin anda bertanya mengapa demikian karena yang kita pelajari selama ini hasil pemikiran para filosof, itu artinya sama saja kita mengkajih yang sudah ada bukan berfilsafat tapi membedah pandangan para tokoh filosof. Lalu pertanyaannya kapan kita belajar filsafat ?, anda belajar filsafat hanya butuh satu hal yaitu bertanya kemudian analisis misalnya kenapa matahari terbit dari timur ?, maka di sinilah kita perlu menganalisis apa sesungguhnya terjadi sehingga matahari terbit dari timur serta menganalisis jawaban yang mungkin terjadi lalu memverifikasi kebenarannya secara empirik. Jadi, sebetulnya belajar filsafat sangat menarik cuman yang membuat filsafat menjadi semacam momok karena penyajian filsafat yang sering kali membahas orang-orang menjadi bosan, karena materi filsafat sering membahas hal-hal yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman seperti para tokoh-tokoh filsuf yang kadang di gambarkan sebagai orang yang sering bertanya mengenal hal-hal yang dianggap lazim seperti apa di balik yang ada ?, kenapa ini ada ?, sehingga kadang banyak orang merasa belajar filsafat itu sendiri kadang membingungkan, dari sini sebetulnya kita dapat mengajukan sebuah pertanyaan kenapa orang tidak tertarik kepada filsafat dan seakan-akan hanya sebagai sesuatu yang percuma saja karena tidak ada hasilnya. Seperti apa sesungguhnya di balik yang ada ?, ini sebetulnya kadang di pandang orang kebanyakan sebagai sesuatu yang sia-sia, kenapa ?, karena hal ini sama sekali tak ada implikasinya secara nyata. Apakah anda bisa kaya bila mengetahui apa di balik yang ada ?, sehingga setiap orang sebetulnya bisa saja meragukan filsafat bila berbicara apa implikasinya terhadap kehidupan ?.
            Maka sebetulnya berfilsafat bisa saja membuat kita meragukan filsafat itu sendiri, sehingga sangat brilian sebetulnya bila mengatakan apa hasil dari filsafatmu ?, jangan sampai para filosof itu sendiri hanya berspekulasi terhadap sesuatu hal yang di pikirkannya sehingga jawabannya hanya sebuah spekulasi belaka dan pertanyaannya apakah para filosof mengerti apa yang menjadi pemikirannya ?, maka di sinilah sebetulnya membuka peluang buat kita untuk memverifikasi setiap pemikiran para filosof, seperti pemikiran plato tentang negara ideal yang menempatkan filsuf sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, kemudian prajurit untuk berperang, dan pekerja untuk bekerja, ini perlu di verifikasi apakah plato semasa hidupnya pernah menjadi pemimpin suatu negara ?, kalau plato pernah jadi pemimpin negara semasa hidupnya maka dia telah mempraktekkan pemikirannya dan kalau tidak itu sama saja bila kita berpendapan jangan sampai plato memiliki ambisi menjadi seorang pemimpin namun tidak terwujud, sehingga untuk menghibur diri dia berpendapat bahwa negara ideal itu di pimpin oleh seorang filsuf, jangan sampai filsuf kala itu adalah orang-orang yang secara status sosial tidak mendapat tempat di pemerintahan. Selanjutnya bila ada di kemudian hari seorang filsuf menjadi pemimpin negara apakah itu artinya filsuf tersebut telah membuktikan pemikiran plato ?, sehingga sebetulnya dalam berfilsafat verifikasi pemikiran para tokoh filsuf sangat penting untuk melakukan seleksi pemikiran untuk menempatkan siapa sebetulnya yang benar-benar berfilsafat dan siapa yang hanya berspekulasi belaka terhadap suatu objek kajian ?, maka terbesit  lagi sebuah pertanyaan apakah bisa filsafat di terimah sebagai sebuah kebenaran bila hanya mengandung sesuatu yang bersifat spekulatif ?, maka sebetulnya sebuah kegiatan berfilsafat perlu pengamatan langsung di lapangan sehingga kebenarannya bisa di pertanggung jawabkan, sebagaimana yang di lakukan aristoteles dengan melakukan tinjauan empirikel dan kebenarannya dapat di buktikan di lapangan. Maka kembali mengenai persoalan objek kajian filsafat supaya kajiannya tidak membosankan maka sebetulnya perlu eksperimen dalam lapangan pembelajaran filsafat, seperti mkisalnya kita mempertanyakan kenapa orang tidak suka pelajaran filsafat ?, kalau hal ini hanya di kajih dalam paparan argumentasi tanpa melakukan eksperimen langsung pada objeknya mengenai kenapa orang tidak suka pelajaran filsafat ?, maka jawaban lapangan akan memberikan sebuah gambaran nyata dengan survei. Sehingga inti permasalahan dapat kita ketahui dan solusi dari masalah itu dapat kita rumuskan. Dari sini muncul lagi pertanyaan sebetulnya objek kajian filsafat itu ada di alam atau di sosial, maka jawabannya selama hal itu dapat di eksperimen di lapangan maka sepanjangan itu filsafat bisa masuk untuk menganalisis.
            Mungkin sampai di sini anda bisa sedikit terpancing bahwa filsafat itu ternyata tidak identik dengan orang yang sibuk berpikir pada sesuatu hal yang tidak nyata, apakah anda percaya kalau di australia ada gajah ?, maka mungkin kita butuh pembuktian akan kebenaran atau kita lebih memilih berspekulasi yes atau no, sehingga tetap saja kita butuh spekulasi tapi pembuktian jauh lebih penting dari pada hanya berbicara yang kita sendiri tidak tahu kebenarannya, jadi sebuah pemikiran mungkin saja di terima tapi bila ada orang yang telah memverifikasi kebenarannya maka dari sana kita sudah tahu apakah itu sebuah spekulasi atau sebuah kebenaran. Tapi, pertanyaannya apakah mungkin kita dapat melakukan sebuah verifikasi tanpa melihat langsung tapi kebenarannya sesuai dengan verifikasi tersebut ?, maka hal itu sangat mungkin kita lakukan dengan metode induktif atau deduktif tapi generalisisasinya harus kita tahu, seperti apakah pohon manggruf terdapat di gutan rimba di lereng gunung ?, maka langkah verifikasi yang pertama kita lakukan adalah dimana habitatnya pohon manggruf ?, kemudian apakah hutan rimba terdapat pohon manggruf ?, setelah itu harus kita lakukan generalisasi terhadap pertanyaan yang ada seperti pohon manggruf itu terdapat di pinggir laut dan hutan rimba terletak di lereng gunung sehingga secara generalisasi tidak mungkin pohon manggruf terdapat di gutan rimba yang ada di lereng gunung, tapi muncul lagi pertanyaan apakah terdapat kemungkinan hutan manggruf itu terdapat dalam hutan rimba ?, sekarang pikirkan apakah ada pertemuan antara laut dan gunung ?, verifikasi selanjutnya maka lakukanlah survei langsung di lapangan dan di sini muncul lagi pertanyaan apakah gunung itu sama dengan pulau ?, kalau sama maka kemungkinan mengenai adanya pohon manggruf dalam hutan rimba terbuka kemungkinannya, jadi pembuktian selanjutnya adalah apakah ada pulau yang selain ada pohon manggruf juga terdapat hutan rimba tapi berada pada areal yang sama. Maka sesungguhnya ada banyak kemungkinan verifikasi dalam proses berfilsafat untuk kemudian memberikan impikasi nyata pada ilmu pengetahuan, jadi misalnya mengenai kajian filsafat dalam metafisika perlu mengedepankan metode verifikasi sehingga pemikiran para filosof dalam kajian metafisika dapat di terimah kebenarannya, tapi mungkin dari segi verivikasinya memerlukan metode verimikasi yang khusus sebagai pembuktian kebenarannya, contohnya seperti apakah bumi ini ada perciptanya ?, bila verifikasi dalam hal pembuktian nyata yang di tuntut maka perlu memverifikasi langsung siapa pencipta bumi ?, kalau pertanyaannya apakah ada pencipta bumi ini ?. Sehingga dalam urusan verifikasi apakah ada pencipta bumi ini ?, maka jawabannya bisa saja ia dan tidak tapi tampaknya yang menjawab tidak sedikit punya peluang besar melegalkannya sebagai kebenaran, karena tidak ada yang bisa menunjukkan keberadaannya maka secara spekulatif bisa saja yang menjawab ia melontarkan pertanyaan balik apakah mungkin bumi sekompleks ini tidak ada penciptanya ?, jadi dalam perkara ini maka yang di perlukan adalah metode verifikasi yang khusus yang bersifat analogi (perbandingan), misal untuk membandingkan bumi dengan kursi dari sudut pandangan ciptaan, maka analoginya apakah kursi ini ada penciptanya ?, tentu hal ini anda bisa dengan muda mem verifikasinya karena ada tukang kayu yang membuat kursi maka dari sini kita dapat membuktikan bahwa posisi bumi dan kursi memiliki kedudukan yang sama yakni ciptaan, maka dengan metode verifikasi analogi yang khusus sebagai alat pembuktian kita dapat membuktikan adanya pencipta  bumi dengan analogi sederhana seperti kursi. Jadi, sebetulnya pemikiran filsafat dapat kita ujih kebenarannya secara langsung dengan dua metode yaitu untuk hal-hal seperti yang berwujud maka metode verifikasi dapat di gunakan dan untuk hal-hal seperti kajian metafisika maka metode verifikasi analogi yang di terapkan untuk pembuktian kebenarannya.
            Dari penyajian di atas mungkin saja muncul pertanyaan seperti apakah bisa melakukan verifikasi terhadap pemikiran dalam ranah-ranah sosial seperti apakah manusia sudah mengenal sistem pemerintahan sejak dulu ?, maka untuk menjawab pertanyaan itu perlu kajian sejak kapan manusia di bumi ?, sehingga verifikasi mengenai penggalan sejarah keberadaan manusia di bumi perlu di mulai dan bila pembuktian menunjukkan bahwa manusia baru muncul sejak tahun ini misalnya dengan priodesasi sejarah yang menunjukkan kalau manusia baru muncul tahun tertentu maka dari sana terbentuk lagi pertanyaan apakah ada kemungkinan dulu manusia tidak tinggal di bumi ?, sehingga sebetulnya verifikasi untuk setiap pemikiran filsafat itu sangat penting dan bisa membuka peluang munculnya cabang-cabang ilmu baru. Maka sebetulnya amat sangat di perlukan sebuah proses belajar filsafat yang benar sehingga menghasilkan implikasi nyata yang bisa menghilangkan kesan sebagai sesuatu hal yang bersifat spekulatif belaka bila berbicara persoalan filsafat. Apakah untuk tahu berapa jumlah gigi kuda di suatu negeri perlu membuka mulut kuda lalu menghitung satu per satu ?, apa yang ada pahami dari kata-kata di atas ?, ada beberapa kemungkinan pertama untuk tahu sesuatu maka yang di butuhkan adalah contoh, kemudian bagaimana membuat patokan yang bisa mengakomodasi semuanya dan bila di analogikan untuk apa kita hidup kalau akhirnya mati juga ?, maka bila di cernah secara mendalam bisa saja kita mengatakan bahwa kata-kata di atas muncul disebabkan adanya contoh/sampel bahwa ada orang yang dulunya hidup kemudian kemudian mengalami kematian dari sini lahir dapat kita tarik suatu kesimpulan universal bahwa setiap yang hidup pasti akan mati, lalu pertanyaannya apakah tujuan dari hidup ini untuk mati ?, jadi manusia itu tidak kekal dari contoh ini bisa kita pahami tapi apakah hukum terbali dari apakah hidup tujuan hidup ini untuk mati ? di balik menjadi apakah tujuan mati ini untuk hidup ?, maka bila contoh atau sampel yang di minta tentang hal tersebut apakah ada contoh yang menunjukkan hal tersebut ?, maka balik lagi metode verifikasi analogi yang kita pakai untuk membuktikan kebenarannya, maka dengan analogi sederhana apakah kamu sebelum lahir hidup atau mati ?, mungkin saja anda menjawab mati dan kalau begitu sangat mungkin sekali setelah hidup kemudian mati setelah itu hidup kembali. Maka pada dasarnya metode verifikasi bersifat analogi sangat bisa mengatasi permasalahan yang berbenturan dengan proses berfilsafat, seperti apakah tuhan itu punya wujud dan apakah wujud tuhan sama dengan ciptaannya ?, apakah verifikasi analogi bisa menjawab pertanyaan ini dan analogi sederhananya adalah apakah para pembuat kerajinan seperti kursi tidak punya wujud ?, anda bisa menjawab pasti ada wujudnya dan apakah wujud tuhan sama dengan wujud ciptaannya ?, maka dengan analogi serupa pula apakah pembuat kursi sama wujudnya dengan kursi yang di buatnya ?, tentu anda pasti menjawab tidak dan kalau begitu silahkan anda berfilsafat tapi kedepankanlah nilai pembuktian kebenaran sebagai seleksi atas setiap pemikiran yang muncul dari proses berfilsafat.
Kemudian dari sini muncul lagi pertanyaan apakah filsafat itu hanya bisa di lakukan oleh siapa saja atau hanya orang-orang tertentu ?, maka muncul pula pertanyaan apakah semua manusia makan ?, maka jawabannya kalau semua manusia bisa makan masa untuk berfilsafat hanya sebagian, sehingga sebetulnya semua orang sering berfilsafat tanpa di sadari seperti kenapa bulan ini sering terjadi hujan ?, kemana air pada cucian ini pergi pada hal tadi berkerumun membasahi pakaian ?, dari peristiwa di atas sebetulnya muncul lagi pertanyaan apakah dari dua kasus di atas punya kesaman ?, sehingga sebuah proses berfilsafat sebenarnya sangat asyik bila penyajiannya menempatkan prosesnya bukan pemikirannya atau hasilnya serta filsafat yang sering berulang hingga mungkin sering dianggap sebagai pengulangan. Dari awal sering sekali sebuah masalah yang dalam menjawabnya melakukan analogi dari sesuatu yang mungkin memiliki kedudukan yang agak sama sebagai gambaran dari jawabannya sebagai verifikasi kebenaran, maka peristiwa sering terjadi hujan dan air pada cucian sangat mungkin memiliki hubungan dari segi sebab terjadinya, kalau mau di verifikasi hujan itu sama dengan air yang naik ke awan kemudian dari sana terjadilah hujan dan air pada pakaian kemana mungkin saja ada yang menjadi hujan dan pertanyaannya pula apa sebab sehingga air itu bisa naik ke awan ?, tentu gambaran umumnya yaitu saat proses memasak kemudian terjadi penguapan pada air tersebut dan kalau begitu berapa panas yang di butuhkan untuk menaikkan air ke awan ?, tentu semua kemampuan itu di miliki oleh matahari untuk menaikkan air menuju awan, sehingga kalau begitu antara satu peristiwa sangat mungkin ada hubungannya. Ada sebuah pertanyaan sederhana yang sering terlontar yaitu apakah guna diciptakannya planet lain kalau tidak ada penghuninya ?, dan sebaliknya pula dapat di balik menjadi apa guna bumi ciptakan kalau hanya manusia yang bisa mengolahnya sedangkan ada banyak mahluk lain yang  menghuni bumi ?, maka sesungguhnya dua analogi di atas cukup menguatkan kalau sebuah analogi dapat menjawab sesuatu yang berlaku dari kebalikannya, jadi sebetulnya dengan adanya banyak variasi perbedaan seperti bumi dapat di huni dan planet lain tidak dapat di huni, ini sebetulnya sebuah pelajaran bahwa mahalnya sebuah kehidupan yang hanya bisa di dapatkan di bumi, jadi rawatlah bumi ini. Jadi pemikiran filsafat itu amat penting tapi sebaliknya sebuah filsafat begitu penting asalkan memiliki implikasi untuk kehidupan.

Penggalian sebuah keilmuwan sangat penting dan terlepas dari itu semua filsafat sering kali dianggap sebagai induk segala ilmu pengetahuan, karena bisa membahas alam dan sosial secara bersamaan. Lalu apakah ilmu-ilmu agama menginduk ke dalam filsafat ?, kalau benar ilmu-ilmu agama menginduk ke dalam filsafat maka para filosof harus di akaui sebagai nabi tapi pada kenyataannya ada pula para filosof yang tidak percaya kepada agama sehingga kemungkinan akan ilmu-ilmu agama berdiri sendiri sangatlah mungkin atau justru sebaliknya filsafatlah yang menginduk ke ilmu-ilmu agama tapi persoalannya kalau itu yang di anut maka sokrates tak akan meminum racun karena tuduhan merusak keyakinan pemuda athena tapi nyatanya kadang pula filosof dianggap bertentangan dengan agama yang ada, jadi semua itu membuka banyak ruang kemungkinan yang dapat kita peroleh bila mengkaji korelasi dari ke duanya antara agama dan filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar