Islam
sebagai gerakan politik
Islam dan politik bagai dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan, sebab Muhammad muda apabila di baca dalam kancah perpolitikan arab
Quraisy pra-islam maka kehadirannya dapat bermakna sebagai the suksesore Bani
Abdul Muthalib dan tentu kemunculannya menjadi sebuah fenomena menarik, apalagi
ketika terjadi perselisihan antara para pemuka-pemuka suku Quraisy tentang
siapa yang berhak mengembalikan Hajar aswad ketempatnya ?. Tentu menjadi suatu
kehormatan segaligus menjadi prestise sosial apabila berperan dalam
mengembalikan hajar aswad ke tempat semula, sehingga tidaklah mengherankan
apabila menjadi rebutan untuk mengembalikannya. Namun hal ini menjadi sebuah
masalah sebab semua merasa berhak untuk mengembalikannya, narasi sejarah pun
bercerita kepada kita bahwa Muhammad hadir sebagai penengah dan memberikan
solusi atas masalah tersebut. Tak dapat di pungkiri keberhasilan Muhammad muda
menyelesaikan problem sosial tersebut dikemudian hari mengharumkan namanya dan
mengokohkan dirinya sebagai salah satu tokoh yang diperhitungkan di masa
mendatang.
Muhammad muda yang tampil dengan kepiawaian, keunggulan
moral dan prestise sosial dengan gelar al-amin secara otomatis memberikan
kepercayaan diri yang berlebih kepada pribadi Muhammad. Tentu pertarungan
elitis dan tingkat kesukuan yang tinggi membuat panggung kuasa menjadi lebih
menarik, sebab simbol kekuasaan adalah Kabbah yang senantiasa diperebutkan.
Sehingga tidaklah mengherankan apabila Kabbah menjadi rebutan diantara para
suku Quraisy, sebab menguasai Kabbah sama dengan menguasai sumber ekonomi.
Karena telah menjadi tradisi bahwa setiap tahunnya ada pengunjung yang
mendatangi Kabbah sebagai simbol spiritual dan hal ini sangat menguntungkan
secara ekonomi. Dan hal ini perlu di pahami bahwa kehadiran islam secara
gerakan banyak dikonstruksi dari pra-islam, mengapa Kabbah perlu direbut ?,
apakah semata-mata tuntutan spiritual atau ada tujuan sebagai basis finansial
gerakan islam ?.
Secara sosial suku Quraisy terpecah-pecah ke dalam
berbagai bani atau klan, sehingga ini kemudian akan menjadi suatu masalah dan
bisa menjadi sumber kelemahan apabila tidak ada konsep untuk mempersatukan itu
semua. Akibatnya dapat dipahami bahwa monoteisme dengan persaudaraan atau
solidaritas atas nama keagamaan yang mengalahkan solidaritas kesukuan menjadi
sebuah opsi yang bisa menyatukan arab Quraisy mengingat bahwa keberadaannya
berada pada dua kutub kekuasaan besar yaitu Persi dan Romawi yang semuanya
dilandasi dengan akar spiritual seperti Persia dengan Zoroaster dan Romawi
dengan paganisme, sehingga untuk menyatukan arab Quraisy memang diperlukan
kesadaraan yang berada diluar fanatisme kesukuan. Sehingga secara politik untuk
menandingi kedua kekuatan politik tersebut sangat diperlukan penggugah kesadaran.
Dalam perjalanannya islam kemudian harus hijrah dari
Mekkah ke Madina yang secara hitung-hitungan politik sebetulnya ini mirip
dengan konsolidasi pergerakan politik sembari menyiapkan strategi untuk
menguasai sumber ekonomi yakni Mekkah atau Kabbah yang menjadi simbol prestise
sosial dan lambang penguasa. Mengapa nabi Muhammad perlu menaklukan Mekkah
bukan semata-mata urusan spiritualitas sebab dengan menguasai Mekkah artinya
menjadi pengendali lalu lintas pertemuan dari berbagai penjuru yang berkunjung
ke Kabbah dan secara opini dapat menpengaruhi massa bahwa muncul sebuah
kekuatan baru, hal tersebut dapat dibuktikan setelah penaklukan Mekkah yang
kemudian islam mencoba menunjukan tajinya dalam pentas politik dengan menyerang
wilayah kekuasaan Romawi dan selanjutnya menyerah Persia. Muhammad dan islam
kemudian menjadi satu paket yang pada satu sisi demi kepentingan spiritual dan
segaligus the suksesor Abdul Muthalib yang paling sukses, sehingga kemudian
kontekstasi kesukuan berubah kepada kontekstasi kekuasaan islam atau bisa
disebut versi baru kesukuan dengan spiritualitas.
Fenomena kontekstasi kesukuan versi baru telah menjadi
bagian dari islam puncak dari kontekstasi terbuka antar suku pasca nabi
Muhammad meninggal, sebab secara figur pengganti kemudian menjadi rebutan para
klan-klan suku yang ada ini pulah yang menarik sebab ternyata aroma kesukuan
masih tumbuh dalam tubuh islam. Semua merasa berhak atas kekuasaan yang
diwarisi oleh nabi Muhammad tentu muncul kriteria baru dalam kontekstasi ini,
sebab secara sadar perebutan kuasa mungkin mulai sedikit bergeser dari kriteria
kesukuan karena faktor spiritualitas menjadi kriteria yang paling utama.
Menarik juga sebab faksi-faksi dalam tubuh ummat islam selalu hadir mewarnai
perebutan kuasa tersebut, hingga klaim-klaim keberhakan atas penerus
kepemimpinan nabi Muhammad menjadi suatu pemandangan yang menarik sebab disana
ada konflik disetiap perjumpaan suksesi dan kontekstasi. Artinya bahwa warisan
persatuan pasca nabi Muhammad wafat masih begitu rapuh apabila saling
diperhadapkan pada kepentingan.
Peristiwa kontekstasi dalam islam menjadi sebuah penanda
bahwa nabi Muhammad belum menyiapkan secara matang formula atau ummat islam
kala itu belum terlalu siap menerima perubahan besar yang tepat untuk mengarahkan
suatu kontekstasi, sebab secara logis kesadaran kesukuan atau klan masih begitu
besar mengalahkan kesadaran spiritual. Buktinya bahwa adanya pernyataan yang
mengatakan yang berhak memimpin adalah dari kalangan Quraisy, artinya yang
berada diluar itu tidak mendapat kesempatan. Melihat pergerakan dalam islam
tentu akan sangat banyak berbicara faktor kesukuan yang merupakan warisan
pra-islam. Hal ini menandakan rekontruksi nabi Muhammad menjadi ter-reduksi,
padahal telah dicontohkan nabi Muhammad semua orang berhak untuk mendapatkan
peran strategis dalam islam sebagaimana Bilal yang berkulit hitam dan Salman
Al-Farisi yang orang Persia mendapatkan tempat dalam panggung yang tercatat
dalam sejarah islam.
Perdebatan panjang yang telah menjadi diskursus yang
melelahkan apabila ranah politik islam hanya ditempatkan pada sisi islam tanpa
mempertimbangkan pra-islam yang justru kemudian banyak mengatur ritme sejarah
percaturan islam sebagai sebuah kekuatan politik baru. Nabi Muhammad secara
politik banyak memodifikasi ataupun mengadopsi politik pergerakan yang
terilhami dari suku Quraisy pra-islam, nabi Muhammad paham betul bahwa agama
atau keyakinan memiliki kekuatan tersendiri untuk menggerakan suatu perubahan
dan melahirkan keberanian. Memodifikasi sistem suku dengan persaudaraan
kemanusiaan yang mencoba merangkul semua elemen yang ada, tentu hal ini tidak
dapat dinafikan dengan do’a atau harapan nabi Muhammad supaya Umar dan Hamsah
supaya masuk islam. Pertimbangan ini dilandasi oleh sistem atau kebiasaan suku Quraisy
yang masih menganut sistem jawara atau pegulat dan tentu dengan kekuatan
tersebut akan menambah daya tawar islam di mata suku Quraisy.
Secara sederhananya bahwa islam masih menjadi pelanjut
tradisi kesukuan Quraisy yang tentu dengan berbagai modifikasi, hal ini dapat
dibuktikan bahwa Kabbah baik pra-islam maupun islam masih menempatkan sebagai
simbol spiritual pada satu sisi dan lainnya sebagai simbol kekuasaan, ini
menjadi penanda cita rasa faksi-faksi dalam tubuh islam masih versi lama dari
fanatisme kesukuan.
A. HENDRA DIMANSA adalah seorang mahasiswa yang saat ini
sedang menempu jenjang pendidikan S1 di universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, sebelum melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi dia
bersekolah di MAN 1 Sinjai Utara dengan basis pendidikan agama. Selain aktif
sekolah aktifitasnya banyak di habiskan dengan kegiatan-kegiatan kepemudaan
yang berbasis remaja mesjid. Akibatnya kesehariannya telah terbiasa bergelut
dengan dunia islam hal ini dibuktikan dengan keaktifannya sebagai pembicara dari
mimbar mesjid ke mimbar mesjid. Sehingga bias dari pergumulan itu membuatnya
semakin tertantang bertanya ada apa dengan islam ?, apakah kemajuan menjadi
barang langka dalam islam ?. Rasa penasarannya yang begitu tinggi membawanya
berpetualang pada dunia pemikiran hal ini dibuktikan dengan memilih jurusan
aqidah filsafat dengan bebas tes. Yang saat ini menjabat sebagai ketua HMJ
AQIDAH FILSAFAT, redaktur buletin transendental
filsafat agama, bergelut diberbagai forum-forum kajian dan aktif
mengirimkan tulisan keberbagai media baik cetak maupun elektronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar