Islam
dan postmodernisme
Sebelum terlebih jauh kita membahas mengenai islam dan
postmodernisme maka terlebih dahulu kita perlu membaca islam dalam berbagai
perspektif, sehingga islam yang kita pahami bukan hanya mengarah pada satu
pemahaman yang tunggal tetapi multi interpretasi terhadap islam. Oleh, karena
itu perlu di pahami bahwa islam datang membawa semangat kritik terhadap kondisi
sosial di mekkah kala itu. Tetapi postnabi muhammad ada suatu pertentangan dan
pertarungan antara pihak-pihak yang menghendaki kemapanan (ats-tsabit) dan
pihak yang menghendaki perubahan (al-mutahawwil) yang terjadi dalam sejarah
pemikiran islam tidak bersifat dialektis, tetapi kontradiktif sehingga sering
melahirkan represi dan tragedi. Dalam pertarungan tersebut , kemenangan memang
berada di pihak yang mendukung kemapanan[1].
Sehingga ada banyak pihak yang sering sekali menyuarakan
mengenai modernisme dalam islam, puncaknya ketika terjadi gerakan pan-islamisme
yang di suarakan oleh jamaluddin al-afgani kemudian di lanjutkan oleh muh.
Abduh serta rasyid rida. Dalam kurun waktu tersebut corak pemikiran yang muncul
adalah pembebasan islam terhadap kolonialisme dan gaung modernisme dalam islam.
Kalau fase itu banyak berbicara pembebasan maka pada postmodernisme yang banyak
di bicarakan adalah mengenai rekontruksi pemikiran keislaman yang telah
dianggap mapan, tokoh yang muncul pada fase ini adalah mouhmoud arkoun.
Postmodernisme yang terdiri dari dua kata yaitu post dan
modern, post memiliki arti pasca sehingga postmodernisme dapat diartikan
sebagai era pasca modern berupa gugatan terhadap modernisme. Postmodernisme sebagai wacana
pemikiran masih terus berkembang sebagai reaksi melawan modernisme yang muncul
sejak akhir abad 19. Istilah postmodernisme pertama kali muncul sebelum tahun
1926, sekitar 1870-an oleh seniman inggris bernama john watkins. Ada juga yang
menyatakan bahwa istilah postmodernisme telah di buat pada akhir tahun 1040
oleh sejarawan inggris, arnold toynbee. Akan tetapi istilah tersebut baru di
gunakan pada pertengahan 1970 oleh kritikus seni asal amerika, charles jenck
untuk menjelaskan gerakan anti modernisme.
Dalam kajian postmodernisme mengisyaratkan pada dua hal
yaitu postmodernisme dipandang sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern.
Dalam hal ini modernisme dipandang telah mengalami proses akhir yang akan
digantikan dengan zaman berikutnya, yaitu postmodern. Kedua postmodern dianggap
sebagai gerakan intelektual yang mencoba menggugat, bahkan mendekonstruksi
pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam bingkai paradigma pemikiran modern
dengan pilar utamanya kekuatan rasionalitas manusia, hal ini ingin digugat
karena telah menjebak manusia kepada absolutisme. Adapun inti pokok alur
pemikiran postmodernisme adalah menentang segala hal yang bersifat kemutlakan,
baku, menolak dan menghindari suatu sistematika uraian atau pemecahan persoalan
yang sederhana dan skematis serta memanfaatkan nilai-nilai yang berasal dari
berbagai aneka ragam sumber.
Ciri-ciri struktur fundamental pemikiran postmodernisme
yaitu dekontruktifisme hampir semua bangunan atau konstruksi dasar keilmuan
yang telah mapan di era modern, relativisme namun hal ini ditentang oleh seyyed
hoessein nasr menurutnya tidak ada relativisme yang absolut lantaran itu akan
menghilangkan normativitas ajaran agama, pluralisme.
Munculnya kesadaran baru dalam pemikiran islam di tengah
arus global postmodernisme, dimana agama dituntut untuk mampu menjawab
tantangan zaman maka pemikiran rasionalisme menjadi keharusan sejarah dalam
mendekontruksi salah satu ciri postmodernisme. Maka dalam kacamata
postmodernisme dekonstruksi pemahaman terhadap teks, dalam tradisi islam sejak
awal diyakini bahwa teks itu tidak hanya terbatas pada kitab suci al-quran
saja, alam raya juga teks, bahkan perilaku atau tradisi kenabian itu sendiri
juga merupakan teks yang semuanya menyimpan dan hendak mengkomunikasikan makna
dan pesan yang dikandungnya. Terdapat korelasi yang dialogis antara subjek
(seorang muslim), teks alquran, tradisi kenabian dan realitas alam raya dengan
hukumnya.
Oleh, karena itu hasan hanafi merupakan salah satu dari
sekian banyak intelektual muslim telah memulai untuk melakukan pengawasan
terhadap kesadaran peradaban ummat islam, dekontruksi terhadap pembacaan teks,
dekonstruksi terhadap peradaban barat yang diwujudkan sebagai kajian
oksidentalisme dan dekonstruksi hukum islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar