I’M WINNER NO PECUNDANG
Aku berbisik pada angin untuk
menyampaikan permohonan maafku pada tuhan, karena telah hilaf memenangkan
pertarungan dengan kecurangan tapi perasaan jiwaku membuatku bangga dengan
kemenangan itu walaupun caranya tidaklah terhormat. Bagiku persoalan terhotmat
atau tidak itu cuman soal sederhana yang terpenting aku juara, sejarah mencatat
para pemenang bukan pecundang sebab dunia ini hanya milik para pemenang.
Jalanku tegak bagaikan tentara yang telah berhasil pulang dari medan perang
dengan kemenangan gilang gemilang, dari kejauhan kulihat dosenku berdiri
berjejer menyambutku dengan tenang aku mulai menghampiri mereka sembari kucium
jemarinya satu per satu. Pemandangan yang begitu kontras yang aku dapatkan
orang-orang rame-rame menyambutku sebagai mahasiswa hebat, kini mereka
menyebutku sebagai pahlawan di jurusanku karena telah memenangi lomba karya
tulis tahunan yang diadakan oleh kampusku. Tanpa kuduga salah seorang
merangkulku dari belakang yang ternyata baru kusadari ternyata dia ketua
jurusanku pak Jefry, “aku bangga padamu dan maaf mungkin bapak selama ini telah
salah memahamimu”, cetusnya dengan dalam menatap diriku, “sebagai anak aku
meminta maaf pada bapak kalau mungkin selama ini telah membuat bapak salah
paham terhadapku, yah mungkin ini hanya soal miskomunikasi aja pak”, sahutku
dengan mimik yang meyakinkan. Dalam hati aku merasa telah menaklukan sekumpulan
manusia yang berlebel insan akademik, yah seolah sebuah kebanggaan sesaat yang
patut untuk kita rayakan sebagai pelengkap kemenangan.
“Saudara you the best, i’m serious
from my heart, hahaha, maaf mungkin cuman ngelantur sebagai rasa bahagia
mendengarkan kemenanganmu sobat, apakah kau masih ingin bersahabat denganku ?”,
soraknya begitu bersemangat, “apakah persaudaraan akan diukur dengan kemenangan
?”, pintaku dengan santai, “saudara why you quetion for my ?, adakah perubahan
setelah engkau jadi pemenang dan menjadi kebanggaan bagi jurusan ini. Aku baru
mengerti ada sebuah garis pemisah diantara kemanusiaan yang selama ini bersolek
dibibir manismu yang menyebutku sebagai the best frend”, tuturnya sambil pergi
perlahan meninggalkanku, dia belum mengerti aku sengaja membuat drama
kemenangan ini secara dramatis untuk membuatnya lebih berkesan, yah tepat dua
puluh langkah dari tempatku berdiri aku mulai menguak rahasia dramatis ini yang
telah kudesain serapih mungkin, “saudara...kenapa engkau bertanya seperti itu
?, bukankah persaudaraan antara kau dan aku adalah persaudaraan lintas gen yang
tak akan terputus walaupun apa yang terjadi”, tuturku sembari tersenyum
padanya, dia pun berlari mendatangiku tak sanggup aku berbuat apa-apa dibuatnya
dan tanpa sadar pun kukalungkan pita emas yang kudapatkan dilehernya sebagai
simbol kemenangan bersama, “maaf saudara telah membuatmu terusik dari
kebahagiaan yang telah kau dapatkan, tetapi kini kutau bahwa engkau adalah
saudara kala bahagia maupun duka, you my best frend”, sahutnya begitu dalam
meyakinkanku, tetapi apapun yang terjadi padaku dan rasa persahabatanku pada
Rendy bila kuibaratkan ada udang dibalik batu itulah prinsipku hidup di dunia
ini tak ada teman dalam keramaian sebab teman dalam keramaian hanyalah selimut
humanisme bertopeng. Perayaan kemenangan belumlah usai sebab tanpa kusadari dia
memanggil seseorang yang telah siap memberiku ucapan selamat, “ah...Rendy kau
ada-ada aja memangnya siapa yang mau memberiku ucapan selamat, aku curiga kau
hanya sengaja mengerjaiku, sebab hanya kau sahabatku yang begitu dekat
denganku”, celotehku padanya, “jangan pura-pura lupa kau pasti kenal
dengannya”, sembari menunjukkannya secara perlahan dari balik tembok ruangan
tempat kami berdua berdiri, maklum saat ini kami tengah berada di ruang
perkuliahan lantai empat tempat dimana para mahasiswa sering nongkrong di
jam-jam istirahat, rasa penasaranku semakin tinggi dan tak bisa dibendung lagi
hingga tiba-tiba seseorang itu perlahan muncul dihadapanku, “yah, Shopie.
Apakah sudah lupa dengannya sobat ?”, tuturnya sembari tersenyum padaku,
o...luka kau bangkit lagi dari rasa perihku yang hampir sempurnah lenyap dari
tubuhku tapi mengapa dihari kemenangan ini dia datang mengusik luka lama,
serasa kuingin protes pada sang waktu yang tak begitu jeli memainkan perannya
dalam kehidupanku. Yah, serasa kemerdekaanku sirnah selamanya dengan kehadiran
Shopie yang telah meluluh lantakkan semua sendi-sendi metropolitan kemenanganku
yang gemilang. Terasa bibirku yang tipis ini ingin berteriak mengusirnya dan
kumencoba mengendalikan diriku sembari menatap si Rendy sahabat yang bertindak
sebagai pembunuh berdarah dingin dalam kehidupanku. Aku tak ingin mengingatnya
lagi tapi pemandangan ini seolah ritual pembangkit memori masa lalu.
Kumencoba bertindak ksatria dengan
menyapanya dan menatapnya bagai orang yang tak pernah mengenalnya, “aku Philo
senang bertemu dengan anda”, kutinggikan nada suaraku mendesak matanya mengalah
pada tatapanku, seolah Rendy begitu heran melihat tindakanku pada Shopie, yang
sangat aku sesalkan ternyata mereka sepasang kekasih, kemudian shopie
membalasku dengan agak gugup “apakah perlu aku menyebut namaku kembali ?, sebagai
pertemuan denganmu yang telah lama tak jumpa. Oh.. yah selamat yah atas
keberhasilanmu kau memang the best”, sapanya dengan begitu dalam yang seolah
ingin menghapus kenangan suram yang telah berlalu, “aduh sobat, kenapa kau
bertutur seperti itu ?, apakah prestasimu telah membuatmu amnesia ?. dia Shopie
masa kau lupa dengannya”, kata Rendy seolah menyayangkan ucapanku tadi, “sobat
dalam hidup ini ada yang perlu dilupakan, jangan bertanya pada orang telah
melupakanmu tapi tanyalah dirimu kenapa kau dilupakan ?, mungkin itu cukup
jelas tapi untuk apa mengingat yang lalu-lalu. Ayo Rendy panggil kekasihmu
Shopie kita pergi ke kantin rasa lapar makanannya bukan masa lalu tetapi
makan”, sahutku pada mereka berdua seolah menunjukkan kehebatanku dihadapan
mereka berdua.
Seolah langkahku begitu cepat
menuruni anak tangga hingga tanpa kurasa kakiku telah menginjak lantai satu
yang begitu ramai langkah-langkah saling bersahutan, seolah tak ingin kalah
dariku Rendy dan Shopie juga tampaknya menunjukkan kelasnya dalam pertarungan
amarahku yang kulampiaskan pada gerak langkah yang begitu cepat menjauh darinya
tetapi kini kutersadar ternyata aku mengajak mereka ke kantin untuk makan,
oh... tuhan aku terjebak pada permainan konyolku inikah namanya manusia yang
tak berfikir sebelum bertindak, bukankah dengan mengajak mereka ke kantin itu
hanya membuatku semakin terluka melihatnya berduaan tanpa sensor. Seolah diriku
telah diluar kendali hingga tak ada lagi yang terpikir dalam pikiranku hingga
tindakanku hanyalah berupa kegilaan-kegilaan ataupun kekonyolan belaka. Inikah
bayaran yang harus kuterimah dari kemenangan yang telah kucapai dengan tipu
daya, tetapi eksistensi diriku sebagai manusia yang merdeka kembali membuatku
tegak tanpa harus terbebani dengan pikiran-pikiran rendahan dari pikiranku.
“Philo, kau keren man. Belum ada anak yang bisa sepertimu apalagi sampai
mengharumkan nama jurusan ditingkat universitas”, tuturnya yang keluar dari
bibirnya yang manis, pikiranku seolah kembali menemukan jalannya untuk membalas
perbuatan Rendy dan Shopie padaku, yah siapa yang tak kenal Eros dikampus ini
atau lebih tepatnya Eros Mayapada anak rektor Universitas Sanjai, tempatku
menjalani kuliah. Dengan gesit kubanting arahku padaku sembari kuajak dia tuk
ikut kami ke kantin “Er...mau ngga ikut aku yuk ke kantin”, sahutku padanya
dengan mimik penuh harap, “boleh tapi aku mau mahasiswa yang juara satu lomba
tulis karya ilmiah yang mentraktirku, oke”, sebutnya begitu manja, seolah aku
baru saja mendapatkan bom nuklir yang akan melulu lantakkan perasaan Rendy dan
Shopie.
Kuintip matanya Shopie memandangiku
tapi seolah tak melihatnya dan kupilih lebih meladeni Eros yang begitu manis
meladeniku untuk berdiskusi hingga aku dibuatnya tak sadar kalau makanan telah
ada tersaji diatas meja, dengan nyeletuk Rendy memergokiku dengan suara agak
tegang, “sobat masa pesan makanan kok ngga dimakan nanti makanannya dingin
lagi”, sebut Rendy seolah tak terimah perlakuanku pada dirinya dan Shopie sebab
aku hanya mengajak bicara Eros saja, “huff....sorry sobat maklum aku menimati
ritme diskusi dengan Eros yang sangat cerdas, hingga kuharus mengakui pepatah
yang mengatakan bahwa buah tak akan
jatuh jauh dari pohonnya, hari ini telah kubuktikan sendiri. Oh...yah Er...yuk
kita cicipi makanan sederhana ini”, tuturku sembari mengangkat kepalaku sebagai
pertanda perayaan kemenangan segaligus pembalasan pada Shopie untuk
perlakuannya selama ini padaku yang telah menghianati cintaku. “Ah...Phil kau
sangat rendah diri kau bilang ini makanan sederhana tetapi ini adalah menu
makanan special yang ada dan setahuku makanan inilah yang paling mahal diantara
menu-menu lain, kau memang tau seleraku”, tuturnya dengan penuh penghargaan
padaku, “kalau ngga tau selera seseorang bukan Philo namanya”, sebut Rendy
penuh antusias dan seolah ingin meyakinkan pada Eros, “oh...begitu yah”,
ringkas Eros membalas celetukan Rendy. Kuhujat Rendy dalam pikiranku yah kau
memang benar, termasuk aku tau seleramu pada prempuan dan karena itulah kau
merebut Shopie dariku bajingan kelas teri yang bisanya cuman mengambil dan
memangkas milik orang lain. Dia memang masih kuanggap sahabat sebab dia masih
punya nilai guna kedepannya padaku, yah seolah rela melepaskan Shopie untuknya
tetapi kukorbankan cintaku sebagai bayaran atas kepentingan pragmatisku.
Kusangat menikmati peran kecil ini
dibawah langit senja yang membantuku menemukan kembali senyuman yang telah
kulepas dari pipi seorang prempuan yang sangat kusayangi tetapi harus kelepas
demi tujuan besarku, bagiku memang perih awalnya mengetahui penghinatan seorang
sahabat apalagi merebut seorang kekasih dari genggaman tangan kita tetapi untuk
apa memaksakan kehendak mempertahankan sesuatu yang tak lagi berpihak pada
kita, lebih baik memikirkan bayaran apa yang akan kita dapatkan dari
penghianatan ini atau bahasa halusnya memaksakan mendapatkan bayaran tanpa
harus ada yang menanggung rugi diantara kedua belah pihak, mungkin itulah yang
dinamakan keadilan untuk penghukuman untuk mereka yang bersumber dari alur
pikiran yang masih terluka. “Maaf yah...aku tinggal kalian sebentar ini kondisi
yang tak bisa dikompromi, oke”, sahutku pada mereka, “aduh sobat kau ada-ada
aja belum selesai makan kok mau buang air”, sebut Rendy mencibirku, “ah, kau
ini sobat bongkar-bongkar kartu lagi didepan Er”, sahutku mengimbangi cibiran
Rendy, dengan begitu cepat kutinggalkan mereka bertiga dan tanpa sadar
langkahku begitu cepat meraih gagang pintu WC yang begitu cekatan aku raih.
Yah, sekitar lima belas menit kukerangkan tenaga untuk membereskan masalah ini
tetapi tunggu dulu tampaknya di balik pintu ada seseorang yang menungguiku dan
rasa penasaranku begitu tinggi hingga kubuka perlahan daun pintunya kudapati
Shopie berdiri memandangiku seolah meminta kejelasan dariku atas perlakuanku
padanya sejak awal kedatangannya. “Sekarang aku ingin bertanya padamu Phil,
sekejam itukah dirimu padaku selama ini aku memang diam kau campakkan aku
seperti itu tetapi hari ini aku sengaja datang untuk menjelaskan segalanya
padamu. Bahwa selama ini kau telah salah paham terhadapku mengenai hubunganku
dengan Rendy”, tuturnya begitu meyakinkan, “lalu untuk apa lagi diingat kesalah
pahaman itu toh aku juga telah melupakannya dan sekarang kau tak perlu
memikirkan diriku itu kan jauh lebih fear”, celotehku dengan suara datar, “kau
perlu tau apa yang telah kau pikirkan dimasa lalu tentang kami itu semua salah,
bagimu itu fear tapi bagiku itu sama sekali sebuah kekejaman yang kau tuduhkan
padaku tanpa mau mendengarkan penjelasan dariku”, tuturnya begitu dalam, “kau
sudah lupa malam itu apa yang telah terjadi pada kalian yang saling berpelukan,
seharusnya kau berterimah kasih padaku karena telah membuatmu tidak dikeluarkan
dari kampus ini. Untuk apa lagi di jelaskan untuk sesuatu yang telah jelas”,
bentakku padanya, “malam itu memang aku terlihat berpelukan dengan Rendy tapi
perlu kau tau waktu itu aku tidak sadarkan diri justru Rendy yang menolongku,
mungkin itu belum kau tau”, katanya sambil meneteskan air mata penyesalan,
dengan tanpa menghiraukan perasaan bersalah padanya aku meninggalkannya dalam
keadaan menangis bagiku tragedi konyol itulah yang membuatku di puncak kejayaan
saat ini. Setelah berjalan sejauh lima langkah kubalik menatapnya rasanya
kuingin memeluk sebagai bentuk penghormatan padanya karena telah merelakan
dirinya menjadi boneka permainanku.
Oh, tuhan begitu kejam kolom langit
ini tempat persaingan dan pertaruan memakan korban tanpa ampun hingga cinta
suci seorang gadis harus menjadi tumbal pragmatisme duniawi. Bisikan itu hadir
dari dalam diriku tetapi seolah tak merasa apapun jua aku tetap tegak melangkah
tanpa bebas sedikit pun dengan apa yang telah terjadi. “Sorry Er, Rendy telah
membuatmu menunggu. Oh, yah mana Shopie ?”, tuturku seolah tak tau apa-apa,
“dia ke WC sobat”, sebut Rendy gugup seolah ada raut cemburu hadir dari
wajahnya, tak lama berselang akhirnya Shopie pun datang dan kupandanginya
sesaat supaya tak ketahuan dari mereka kusadari prempuan ini memang begitu
anggun apalagi kalau rambutnya terurai dengan indah bahkan sangat indah ketika
ditiup angin perlahan rambutnya seolah-olah menari di kedua bola mataku
menghibur kesendirinku, tetapi kesadaran seperti itu dengan cepat kukendalikan.
“Er, potongan rambutmu begitu bagus boleh dong nanti kita jalan sama-sama ke
salon langgananmu”, sebut Shopie begitu tulus, “yah, why not”, tutur Eros
dengan begitu cepat, seolah menunjukkan kelasnya pada Shopie, kupelajari setiap
gerak-gerik Shopie dan kupahami betul dia begitu lihai menjalankan taktik serta
kupahami ini pertanda saatnya membawa Eros menjauh darinya untuk mengamankan
segalanya sebelum menjadi bom waktu bagiku, “oke, sobat kayaknya aku harus
selesaikan dulu bayarannya sama ibu kantin, karena saya liat sudah banyak orang
yang ingin masuk menggantikan tempat duduk kita berempat”, paparku datar pada
mereka, “oke, lebih cepat lebih baik”, celetuk Rendy, dengan bergerak cepat aku
mendatangi ibu kantin sembari membisikkan padanya “ibu tau kan siapa saya ?”,
tanyaku padanya dengan wajah berkerut dia membalasku tentu sebagai sesama mafia
tentu kita saling mengenal dan tau kapan kita harus berbuat untuk saling
berbagi keuntungan, dunia ini memang punya cara tersendiri untuk membuat orang
menjadi pemenang tanpa harus berbuat apa-apa cukup dengan modal sederhana
seperti aku yang tau penyimpangan kantin-kantin di kampusku yang menjual
barang-barang dagangan terlarang yang apabila ketahuan bisa dicabut izinnya
untuk berjualan di kantin tetapi barang yang satu itu menjadi barang yang
sangat menguntungkan apabila diperjual belikan. Yah, itulah kunci kemenanganku
untuk menunjukkan kelasku pada mereka bahwa aku mampu mentraktir anak rektor
suatu kebanggaan segaligus prestasi yang kuraih tanpa mengeluarkan uang cukup
menjadi bagian kecil dari mafia kampus.
Seolah teman-teman mahasiswa yang
lain tak percaya dengan apa yang kulakukan mereka seolah begitu heran melihat
aksiku mentraktir anak rektor, “wah, you hebat sobat sudah mampu ngajak anak
rektor makan di kantin yang berkelas di kampus ini”, sebut Roni personel teh
kocak yang suaranya terkenal mulai dari kantin setia sampai kantin mama bunda,
maklum dialah raja ngutang yang paling terhormat di kampus kami, “ngga Ron,
cuman keberuntungan aja hari ini berpihak padaku”, sembari kuberbisik pada
Roni, “you gila anak rektor man”, celoteh Roni, “tapi rektor juga manusia
apalagi anaknya pasti punya perasaan aku hanya bermodalkan rasa padanya”,
tuturku perlahan pada Roni, mataku mulai mencari Rendy dan benih kekhwatiran
seperti itu sering kali menghantui diri. Bukan hanya rasa gelisah biasa sebab
dia bersama Shopie yang kupahami prempuan yang berlebihan perasaannya bisa saja
bertindak diluar logika. Kumencoba keluar dari kerumunan itu lalu mengajak Eros
pergi dan kumaklumi suasana seperti itu tak biasa baginya sebab maklum dia anak
rektor yang manja segaligus begitu disayangi oleh pak rektor sebab dia anak satu-satunya.
Mengambil hatinya sama saja menaklukkan pak rektor, kegilaan pikiranku semakin
tak terkontrol padahal perlu sebetulnya tuk intropeksi diri sebab Eros berwajah
cantik anak rektor lagi, pasti begitu banyak laki-laki yang memperebutkannya
tetapi aku berpikir merebutnya memang sulit dan perlu perjuangan, apakah yang
kulakukan ini bukan termasuk kategori perjuangan ?. “Phil, terimah kasih atas
traktirannya yah”, celetupnya sembari melampaikan tangan padaku sebagai tanda
perpisahan antara aku dan Eros bagiku inilah jalannya yang akan kembali
membuatku juara. Mungkin hari ini rasa kebanggaan yang over merasuki jiwaku
tetapi bagiku masa bodoh yang terpenting aku juara maka kebanggaan diri yang
berlebih itulah caraku merayakannya. Tapi, langkahku dikejutkan oleh Shopie
yang tiba-tiba hadir dihadapanku tanpa basa-basi dia menarikku sembari
berbisik, “apakah kau sudah puas merayakan kemenanganmu ?”, sebutnya perlahan
yang mampu membuatku merasa teranjam dengan kata-katanya, “apa maksudmu ?,
belum puaskah kau menghancurkan cintaku dan ingatlah penghianatanmu itu akan
kau bayar dengan harga mahal. Bukankah hari ini kau menang merayakan pesta
sembari bermesraan dihadapanku”, sahutku untuk menunjukkan superiorku terhadap
dirinya, aku tau betul jalan pikirannya Shopie yang sudah lelah dengan
permainanku selama ini yang telah kumanfaatkan untuk mewujudkan ambisiku, “apa
kau menuduhku yang menghancurkan cintamu ?, Phil apakah kau pura-pura amnesia
atau sudah gila. Bukankah kau yang mengatur semua ini, lalu memanfaatkannya
untuk mewujudkan ambisimu”, seru Shopie semakin dalam, “mengapa kau balik
menuduhku ?, seharusnya kau berterimah kasih padaku karena aku masih sudi
membantumu apakah kau lupa kalau pihak fakultas ingin men-Domu dari kampus ?,
lelaki mana yang mau berkorban untuk seorang prempuan yang telah menghianati
cintanya tetapi tanpa pikir panjang aku menolongmu sebab saat itu kukedepankan
rasa solidaritas untukmu. Kutelah intropeksi diri mungkin kau menghianatiku
bukan salahmu tetapi salahku yang kurang peduli padamu”, tuturku untuk
meluluhkan perasaannya, “waow...kau memang hebat memainkan kata-kata wajarlah
kau mampu menaklukkan segalanya tetapi perlu kau ingat kelakuanmu yang penuh
ambisi suatu saat akan menghancurkanmu, kalau dimatamu akulah yang menghianat
tetapi kenapa kau tampak bahagia dan mendapatkan begitu banyak keuntungan dari
kejadian ini ?”, sahut Shopie seolah ingin meluluhkan perasaanku, “karena orang
yang malang selalu bangkit mencari kebahagiaan yang lain, mari kita jalani
hidup kita masing-masing mungkin inilah jalan pahit yang harus kita tempuh dan
aku juga merasa apakah ada yang salah dengan cinta abad 21 ini yang hanya
membuat hati menjadi perih, karena kata-kata pujangga terbukti tak ampuh lagi
meneguhkan cinta”, seruku untuk memancing Shopie walau terlihat seakan aku yang
mengalah, “baiklah semoga kita sama-sama bahagia dijalan kita masing-masing”,
serunya begitu dalam, tanpa menoleh kearahnya aku meninggalkan Shopie serasa
kemenanganku telah berlipat ganda dan tanpa kusadari pikiran liarku kembali
mendatangiku rasanya tak tega melihat prempuan merasa bersalah apalagi
memojokkannya dan mengambil keuntungan terhadap kondisi itu, pikiran liarku
berkata ini tidaklah fear bagi Shopie dan tanpa sengaja aku telah menurunkan
derajat kehormatanku sebagai lelaki, ah persetan dengan semua perasaan itu yang
penting i’m winner bulshit akan semua hal itu.
“Shopie tak usah kau menangis dan
untuk apa kau tangisi si gila Philo itu yang telah memanfaatkan dirimu hanya
untuk ambisinya tanpa memikirkan perasaanmu”, tutur Rendy mencoba menenangkan
Shopie, “Rend, kau memang sahabatnya Philo tapi tidak semua hal kau tau
tentangnya, pahamila dia karena dia anak yang malang menanggung beban hidup
sebang kara ayah ibunya meninggalkannya, sebab kedua orang tuanya telah bercerai
hidupnya tak hentinya dirundung kemalangan. Di lubuk jiwanya masih ada rasa
kebaikan yang dia miliki, walau perbuatannya terkadang membuat kita terluka
tetapi itu hanyalah pelampiasan kekesalannya karena ujian dunia yang menimpanya
begitu berat”, seru Shopie menunjukkan kepedulian pada Philo, “aku baru sadar
bukan hanya si Philo yang gila kau pun ikut-ikut gila karenanya, sudahlah
lupakan dia buat apa buang-buang tenaga memikirkan orang gila seperti si
Philo”, sebut Rendy menyakinkan Shopie, “apakah kau sadar Rendy ?, justru
ketika aku melupakan Philo malah itu hanya semakin membuatnya semakin yakin
kalau kita menghianatinya sebagaimana yang dituduhkannya selama ini, lebih baik
kau sekarang pergi dari hadapanku”, seru Shopie membrontak, “oh, seperti itukah
perlakuanmu padaku setelah selama ini orang yang telah sudi membantumu bahkan
menjadi orang yang rela kehilangan harga diri karena dianggap merebutmu dari
sahabatku, apakah ada orang sepertiku ?, merelakan dirinya dihinakan demi
melindungi martabat seorang prempuan sekarang aku ingin bertanya apa yang
pengorbanan Philo selama ini sebanding dengan pengorbananku padamu, camkanlah
itu Shopie”, tutur Rendy, akhirnya tangisan Shopie kembali pecah dan Rendy pun
memeluknya untuk menenangkannya dalam pikiran Rendy mungkin kata-katanya
terlalu kejam untuk diterimah seorang Prempuan yang telah mengalami berbagai
macam ujian dalam perjalanan percintaannya, perasaannya sebagai lelaki yang
bertanggung jawab membuatnya tidak tegah untuk meninggalkan Shopie sendiri dalam
kemalangan hidup yang dijalaninya. Serunya dalam batinya “dasar si Philo gila
apa yang sesungguhnya dia cari pada prempuan di luar sana tetapi rasa
persahabatan membuatku seolah terperangkap oleh jaring-jaring laba-laba yang
entah menguntungkan siapa”, ah untuk apa aku memikirkan persahabatan dengan si
Philo yang hanya menjadikanku tumbal ambisinya dan rasa tidak terimah akan
perlakuan Philo padanya membuatnya memendam rasa sakit hatinya, mungkin
tumpukan luka yang diterimahnya akibat perlakuan Philo tak mampu lagi
dibendungnya sebab kalau kejadian itu tak menimpanya dirinyalah yang akan
menjadi wakil jurusannya untuk mengikuti lomba itu, pikirannya terlalu berat
menerimah kemenangan Philo sebab seharusnyalah dia yang mendapatkan kemenangan
itu. Tetapi setelah dia membuka matanya dirasakannya bahwa siapa yang
sesungguhnya menang diakah atau si Philo ?, pikirannya membantunya tenang
bukankah Philo mengorbankan Shopie untuk memenuhi ambisinya kenapa dia tak
berpikiran jernih kalau Philo mampu mewujudkan ambisinya lewat Shopie kenapa
dia tak melakukan hal yang sama untuk mewujudkan ambisi-ambisinya. Sungguh
perasaan kemenangan juga merasuki jiwa Rendy dan seolah mendapatkan cara jitu
menaklukkan semua keinginannya.
Hari telah mulai berganti layar
tembang gelap pun mulai menyelimuti bumi tetapi bagi Philo langit memang gelap
namun hatinya terang bagai mentari pagi, mungkin keceriaannya membuatnya jadi
lupa bahwa hp-ya dari tadi menerimah kurang lebih seratus sms dan sekitar lima
puluh panggilan tak terjawab diliriknya satu per satu sms tersebut pas di sms
ke tujuh satu dia terdiam sejenak sembari membacanya sms tersebut, “hallo
manis, kudengar kamu menang yah. Perlukah kumengucapkan selamat untukmu, ops
aku lupa buat apa mengucapkan selamat kalau karya tulis itu aku yang buat,
mestinya kamu dong manis yang sms aku buat ngucapin selamat karena tulisanku
berhasil menang, aku ngerti sekarang kamu lagi pesta yah. Ingat yah aku juga
ingin jatah”, itulah salah satu kutipan smsnya yang membuatnya menjadi mendung
mengikuti ritme angkasa. “dasar manusia ular berbisa, awas aja kalau dia berani
mengancamku kan kuikuti permainanmu”, tampak kekesalan memenuhi jiwanya seolah
Philo mendapatkan tantangan dari seseorang. Sembari memandang langit luas dari
jendela kamarnya Philo menarik nafas dalam-dalam, mungkin jiwa bebasnya seakan
mendapatkan tantangan yang akan menghalangi petualangan kebebasannya fokusnya
kembali pecah ketika hp-nya berdering tampaknya ada sms masuk dengan begitu
cepat Philo meraih hp-nya lalu membacanya, kemurungannya seketika mencair saat
membaca sms dari Eros diluar dugaannya Philo tak kuasa menahan tubuhnya yang
ingin menari menikmati kemenangannya atas penaklukannya terhadap si anak manja
Eros.
Tepat pukul 12.00 WITA Philo
terlihat keluar rumah dengan terburu-buru dengan cekatan dia mengambil motornya
lalu pergi entah kemana, yang pasti ditengah malam itu dia keluyuran entalah
apakah ini bagian dari perayaan kemenangannya atau sesuatu hal lain yang dia
lakukan. Setelah berjalan jauh akhirnya dia tampak masuk ke salah satu rumah
yang berada di pinggiran kota Sanjai yang tak jauh dari pusat wisata Ujung
kupang yang mendunia, diambilnya sebuah dos yang berwarnah hitam namun tak lama
kemudian Philo pun pergi kalau dilihat maka jalan yang akan dilaluinya tentu jalan
itu menuju ke Universitas Sanjai tetapi apa yang dilakukannya pada jam 12.00
malam, ketika sampai di dekat kampus maka diambilnya jalan pintas menuju kantin
kampus dari kejauhan terlihat para penjual dikantin berebut dos hitam yang
dibawah oleh Philo, namun hal tersebut tak begitu kelihatan tak banyak suara
yang mereka keluarkan hanya anggukan kepala sekitar 30 derajat mungkin bahasa
yang menandakan tanda setuju. “Philo kau memang hebat menjalankan bisnis ini”,
sebut ibu Riri salah satu ibu kantin di kampusnya, “ah, ibu bisa aja memuji
bukankah tadi siang aku sudah pamer kekuatan kalau aku ini dekat dengan pihak
kampus”, celoteh Philo membusungkan dada, “kami percaya kok dengan kehebatanmu
tetapi sekali-kali dong nanti Philo pesan saja di kantin kalau ada acara
kampus”, sebut ibu Lesti penuh harap, “oke, yang penting kita bisa saling
menguntungkan kita keruk sama-sama uang di kampus ini, tetapi ibu harus ingat
kalau bisnis ini ketahuan jangan bawa-bawa namaku”, tutur Philo sembari
menunjuk dos hitam yang dibawahnya, “beres, bos”, sebut ibu Ririn. Seketika
lampu-lampu kantin pun dipadamkan saat Philo meninggalkan mereka dengan begitu
terburu-buru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar