Jumat, 27 November 2015

I'M WINNER NO PECUNDANG

I’M WINNER NO PECUNDANG
            Aku berbisik pada angin untuk menyampaikan permohonan maafku pada tuhan, karena telah hilaf memenangkan pertarungan dengan kecurangan tapi perasaan jiwaku membuatku bangga dengan kemenangan itu walaupun caranya tidaklah terhormat. Bagiku persoalan terhotmat atau tidak itu cuman soal sederhana yang terpenting aku juara, sejarah mencatat para pemenang bukan pecundang sebab dunia ini hanya milik para pemenang. Jalanku tegak bagaikan tentara yang telah berhasil pulang dari medan perang dengan kemenangan gilang gemilang, dari kejauhan kulihat dosenku berdiri berjejer menyambutku dengan tenang aku mulai menghampiri mereka sembari kucium jemarinya satu per satu. Pemandangan yang begitu kontras yang aku dapatkan orang-orang rame-rame menyambutku sebagai mahasiswa hebat, kini mereka menyebutku sebagai pahlawan di jurusanku karena telah memenangi lomba karya tulis tahunan yang diadakan oleh kampusku. Tanpa kuduga salah seorang merangkulku dari belakang yang ternyata baru kusadari ternyata dia ketua jurusanku pak Jefry, “aku bangga padamu dan maaf mungkin bapak selama ini telah salah memahamimu”, cetusnya dengan dalam menatap diriku, “sebagai anak aku meminta maaf pada bapak kalau mungkin selama ini telah membuat bapak salah paham terhadapku, yah mungkin ini hanya soal miskomunikasi aja pak”, sahutku dengan mimik yang meyakinkan. Dalam hati aku merasa telah menaklukan sekumpulan manusia yang berlebel insan akademik, yah seolah sebuah kebanggaan sesaat yang patut untuk kita rayakan sebagai pelengkap kemenangan.
            “Saudara you the best, i’m serious from my heart, hahaha, maaf mungkin cuman ngelantur sebagai rasa bahagia mendengarkan kemenanganmu sobat, apakah kau masih ingin bersahabat denganku ?”, soraknya begitu bersemangat, “apakah persaudaraan akan diukur dengan kemenangan ?”, pintaku dengan santai, “saudara why you quetion for my ?, adakah perubahan setelah engkau jadi pemenang dan menjadi kebanggaan bagi jurusan ini. Aku baru mengerti ada sebuah garis pemisah diantara kemanusiaan yang selama ini bersolek dibibir manismu yang menyebutku sebagai the best frend”, tuturnya sambil pergi perlahan meninggalkanku, dia belum mengerti aku sengaja membuat drama kemenangan ini secara dramatis untuk membuatnya lebih berkesan, yah tepat dua puluh langkah dari tempatku berdiri aku mulai menguak rahasia dramatis ini yang telah kudesain serapih mungkin, “saudara...kenapa engkau bertanya seperti itu ?, bukankah persaudaraan antara kau dan aku adalah persaudaraan lintas gen yang tak akan terputus walaupun apa yang terjadi”, tuturku sembari tersenyum padanya, dia pun berlari mendatangiku tak sanggup aku berbuat apa-apa dibuatnya dan tanpa sadar pun kukalungkan pita emas yang kudapatkan dilehernya sebagai simbol kemenangan bersama, “maaf saudara telah membuatmu terusik dari kebahagiaan yang telah kau dapatkan, tetapi kini kutau bahwa engkau adalah saudara kala bahagia maupun duka, you my best frend”, sahutnya begitu dalam meyakinkanku, tetapi apapun yang terjadi padaku dan rasa persahabatanku pada Rendy bila kuibaratkan ada udang dibalik batu itulah prinsipku hidup di dunia ini tak ada teman dalam keramaian sebab teman dalam keramaian hanyalah selimut humanisme bertopeng. Perayaan kemenangan belumlah usai sebab tanpa kusadari dia memanggil seseorang yang telah siap memberiku ucapan selamat, “ah...Rendy kau ada-ada aja memangnya siapa yang mau memberiku ucapan selamat, aku curiga kau hanya sengaja mengerjaiku, sebab hanya kau sahabatku yang begitu dekat denganku”, celotehku padanya, “jangan pura-pura lupa kau pasti kenal dengannya”, sembari menunjukkannya secara perlahan dari balik tembok ruangan tempat kami berdua berdiri, maklum saat ini kami tengah berada di ruang perkuliahan lantai empat tempat dimana para mahasiswa sering nongkrong di jam-jam istirahat, rasa penasaranku semakin tinggi dan tak bisa dibendung lagi hingga tiba-tiba seseorang itu perlahan muncul dihadapanku, “yah, Shopie. Apakah sudah lupa dengannya sobat ?”, tuturnya sembari tersenyum padaku, o...luka kau bangkit lagi dari rasa perihku yang hampir sempurnah lenyap dari tubuhku tapi mengapa dihari kemenangan ini dia datang mengusik luka lama, serasa kuingin protes pada sang waktu yang tak begitu jeli memainkan perannya dalam kehidupanku. Yah, serasa kemerdekaanku sirnah selamanya dengan kehadiran Shopie yang telah meluluh lantakkan semua sendi-sendi metropolitan kemenanganku yang gemilang. Terasa bibirku yang tipis ini ingin berteriak mengusirnya dan kumencoba mengendalikan diriku sembari menatap si Rendy sahabat yang bertindak sebagai pembunuh berdarah dingin dalam kehidupanku. Aku tak ingin mengingatnya lagi tapi pemandangan ini seolah ritual pembangkit memori masa lalu.
            Kumencoba bertindak ksatria dengan menyapanya dan menatapnya bagai orang yang tak pernah mengenalnya, “aku Philo senang bertemu dengan anda”, kutinggikan nada suaraku mendesak matanya mengalah pada tatapanku, seolah Rendy begitu heran melihat tindakanku pada Shopie, yang sangat aku sesalkan ternyata mereka sepasang kekasih, kemudian shopie membalasku dengan agak gugup “apakah perlu aku menyebut namaku kembali ?, sebagai pertemuan denganmu yang telah lama tak jumpa. Oh.. yah selamat yah atas keberhasilanmu kau memang the best”, sapanya dengan begitu dalam yang seolah ingin menghapus kenangan suram yang telah berlalu, “aduh sobat, kenapa kau bertutur seperti itu ?, apakah prestasimu telah membuatmu amnesia ?. dia Shopie masa kau lupa dengannya”, kata Rendy seolah menyayangkan ucapanku tadi, “sobat dalam hidup ini ada yang perlu dilupakan, jangan bertanya pada orang telah melupakanmu tapi tanyalah dirimu kenapa kau dilupakan ?, mungkin itu cukup jelas tapi untuk apa mengingat yang lalu-lalu. Ayo Rendy panggil kekasihmu Shopie kita pergi ke kantin rasa lapar makanannya bukan masa lalu tetapi makan”, sahutku pada mereka berdua seolah menunjukkan kehebatanku dihadapan mereka berdua.
            Seolah langkahku begitu cepat menuruni anak tangga hingga tanpa kurasa kakiku telah menginjak lantai satu yang begitu ramai langkah-langkah saling bersahutan, seolah tak ingin kalah dariku Rendy dan Shopie juga tampaknya menunjukkan kelasnya dalam pertarungan amarahku yang kulampiaskan pada gerak langkah yang begitu cepat menjauh darinya tetapi kini kutersadar ternyata aku mengajak mereka ke kantin untuk makan, oh... tuhan aku terjebak pada permainan konyolku inikah namanya manusia yang tak berfikir sebelum bertindak, bukankah dengan mengajak mereka ke kantin itu hanya membuatku semakin terluka melihatnya berduaan tanpa sensor. Seolah diriku telah diluar kendali hingga tak ada lagi yang terpikir dalam pikiranku hingga tindakanku hanyalah berupa kegilaan-kegilaan ataupun kekonyolan belaka. Inikah bayaran yang harus kuterimah dari kemenangan yang telah kucapai dengan tipu daya, tetapi eksistensi diriku sebagai manusia yang merdeka kembali membuatku tegak tanpa harus terbebani dengan pikiran-pikiran rendahan dari pikiranku. “Philo, kau keren man. Belum ada anak yang bisa sepertimu apalagi sampai mengharumkan nama jurusan ditingkat universitas”, tuturnya yang keluar dari bibirnya yang manis, pikiranku seolah kembali menemukan jalannya untuk membalas perbuatan Rendy dan Shopie padaku, yah siapa yang tak kenal Eros dikampus ini atau lebih tepatnya Eros Mayapada anak rektor Universitas Sanjai, tempatku menjalani kuliah. Dengan gesit kubanting arahku padaku sembari kuajak dia tuk ikut kami ke kantin “Er...mau ngga ikut aku yuk ke kantin”, sahutku padanya dengan mimik penuh harap, “boleh tapi aku mau mahasiswa yang juara satu lomba tulis karya ilmiah yang mentraktirku, oke”, sebutnya begitu manja, seolah aku baru saja mendapatkan bom nuklir yang akan melulu lantakkan perasaan Rendy dan Shopie.
            Kuintip matanya Shopie memandangiku tapi seolah tak melihatnya dan kupilih lebih meladeni Eros yang begitu manis meladeniku untuk berdiskusi hingga aku dibuatnya tak sadar kalau makanan telah ada tersaji diatas meja, dengan nyeletuk Rendy memergokiku dengan suara agak tegang, “sobat masa pesan makanan kok ngga dimakan nanti makanannya dingin lagi”, sebut Rendy seolah tak terimah perlakuanku pada dirinya dan Shopie sebab aku hanya mengajak bicara Eros saja, “huff....sorry sobat maklum aku menimati ritme diskusi dengan Eros yang sangat cerdas, hingga kuharus mengakui pepatah yang mengatakan  bahwa buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya, hari ini telah kubuktikan sendiri. Oh...yah Er...yuk kita cicipi makanan sederhana ini”, tuturku sembari mengangkat kepalaku sebagai pertanda perayaan kemenangan segaligus pembalasan pada Shopie untuk perlakuannya selama ini padaku yang telah menghianati cintaku. “Ah...Phil kau sangat rendah diri kau bilang ini makanan sederhana tetapi ini adalah menu makanan special yang ada dan setahuku makanan inilah yang paling mahal diantara menu-menu lain, kau memang tau seleraku”, tuturnya dengan penuh penghargaan padaku, “kalau ngga tau selera seseorang bukan Philo namanya”, sebut Rendy penuh antusias dan seolah ingin meyakinkan pada Eros, “oh...begitu yah”, ringkas Eros membalas celetukan Rendy. Kuhujat Rendy dalam pikiranku yah kau memang benar, termasuk aku tau seleramu pada prempuan dan karena itulah kau merebut Shopie dariku bajingan kelas teri yang bisanya cuman mengambil dan memangkas milik orang lain. Dia memang masih kuanggap sahabat sebab dia masih punya nilai guna kedepannya padaku, yah seolah rela melepaskan Shopie untuknya tetapi kukorbankan cintaku sebagai bayaran atas kepentingan pragmatisku.
            Kusangat menikmati peran kecil ini dibawah langit senja yang membantuku menemukan kembali senyuman yang telah kulepas dari pipi seorang prempuan yang sangat kusayangi tetapi harus kelepas demi tujuan besarku, bagiku memang perih awalnya mengetahui penghinatan seorang sahabat apalagi merebut seorang kekasih dari genggaman tangan kita tetapi untuk apa memaksakan kehendak mempertahankan sesuatu yang tak lagi berpihak pada kita, lebih baik memikirkan bayaran apa yang akan kita dapatkan dari penghianatan ini atau bahasa halusnya memaksakan mendapatkan bayaran tanpa harus ada yang menanggung rugi diantara kedua belah pihak, mungkin itulah yang dinamakan keadilan untuk penghukuman untuk mereka yang bersumber dari alur pikiran yang masih terluka. “Maaf yah...aku tinggal kalian sebentar ini kondisi yang tak bisa dikompromi, oke”, sahutku pada mereka, “aduh sobat kau ada-ada aja belum selesai makan kok mau buang air”, sebut Rendy mencibirku, “ah, kau ini sobat bongkar-bongkar kartu lagi didepan Er”, sahutku mengimbangi cibiran Rendy, dengan begitu cepat kutinggalkan mereka bertiga dan tanpa sadar langkahku begitu cepat meraih gagang pintu WC yang begitu cekatan aku raih. Yah, sekitar lima belas menit kukerangkan tenaga untuk membereskan masalah ini tetapi tunggu dulu tampaknya di balik pintu ada seseorang yang menungguiku dan rasa penasaranku begitu tinggi hingga kubuka perlahan daun pintunya kudapati Shopie berdiri memandangiku seolah meminta kejelasan dariku atas perlakuanku padanya sejak awal kedatangannya. “Sekarang aku ingin bertanya padamu Phil, sekejam itukah dirimu padaku selama ini aku memang diam kau campakkan aku seperti itu tetapi hari ini aku sengaja datang untuk menjelaskan segalanya padamu. Bahwa selama ini kau telah salah paham terhadapku mengenai hubunganku dengan Rendy”, tuturnya begitu meyakinkan, “lalu untuk apa lagi diingat kesalah pahaman itu toh aku juga telah melupakannya dan sekarang kau tak perlu memikirkan diriku itu kan jauh lebih fear”, celotehku dengan suara datar, “kau perlu tau apa yang telah kau pikirkan dimasa lalu tentang kami itu semua salah, bagimu itu fear tapi bagiku itu sama sekali sebuah kekejaman yang kau tuduhkan padaku tanpa mau mendengarkan penjelasan dariku”, tuturnya begitu dalam, “kau sudah lupa malam itu apa yang telah terjadi pada kalian yang saling berpelukan, seharusnya kau berterimah kasih padaku karena telah membuatmu tidak dikeluarkan dari kampus ini. Untuk apa lagi di jelaskan untuk sesuatu yang telah jelas”, bentakku padanya, “malam itu memang aku terlihat berpelukan dengan Rendy tapi perlu kau tau waktu itu aku tidak sadarkan diri justru Rendy yang menolongku, mungkin itu belum kau tau”, katanya sambil meneteskan air mata penyesalan, dengan tanpa menghiraukan perasaan bersalah padanya aku meninggalkannya dalam keadaan menangis bagiku tragedi konyol itulah yang membuatku di puncak kejayaan saat ini. Setelah berjalan sejauh lima langkah kubalik menatapnya rasanya kuingin memeluk sebagai bentuk penghormatan padanya karena telah merelakan dirinya menjadi boneka permainanku.
            Oh, tuhan begitu kejam kolom langit ini tempat persaingan dan pertaruan memakan korban tanpa ampun hingga cinta suci seorang gadis harus menjadi tumbal pragmatisme duniawi. Bisikan itu hadir dari dalam diriku tetapi seolah tak merasa apapun jua aku tetap tegak melangkah tanpa bebas sedikit pun dengan apa yang telah terjadi. “Sorry Er, Rendy telah membuatmu menunggu. Oh, yah mana Shopie ?”, tuturku seolah tak tau apa-apa, “dia ke WC sobat”, sebut Rendy gugup seolah ada raut cemburu hadir dari wajahnya, tak lama berselang akhirnya Shopie pun datang dan kupandanginya sesaat supaya tak ketahuan dari mereka kusadari prempuan ini memang begitu anggun apalagi kalau rambutnya terurai dengan indah bahkan sangat indah ketika ditiup angin perlahan rambutnya seolah-olah menari di kedua bola mataku menghibur kesendirinku, tetapi kesadaran seperti itu dengan cepat kukendalikan. “Er, potongan rambutmu begitu bagus boleh dong nanti kita jalan sama-sama ke salon langgananmu”, sebut Shopie begitu tulus, “yah, why not”, tutur Eros dengan begitu cepat, seolah menunjukkan kelasnya pada Shopie, kupelajari setiap gerak-gerik Shopie dan kupahami betul dia begitu lihai menjalankan taktik serta kupahami ini pertanda saatnya membawa Eros menjauh darinya untuk mengamankan segalanya sebelum menjadi bom waktu bagiku, “oke, sobat kayaknya aku harus selesaikan dulu bayarannya sama ibu kantin, karena saya liat sudah banyak orang yang ingin masuk menggantikan tempat duduk kita berempat”, paparku datar pada mereka, “oke, lebih cepat lebih baik”, celetuk Rendy, dengan bergerak cepat aku mendatangi ibu kantin sembari membisikkan padanya “ibu tau kan siapa saya ?”, tanyaku padanya dengan wajah berkerut dia membalasku tentu sebagai sesama mafia tentu kita saling mengenal dan tau kapan kita harus berbuat untuk saling berbagi keuntungan, dunia ini memang punya cara tersendiri untuk membuat orang menjadi pemenang tanpa harus berbuat apa-apa cukup dengan modal sederhana seperti aku yang tau penyimpangan kantin-kantin di kampusku yang menjual barang-barang dagangan terlarang yang apabila ketahuan bisa dicabut izinnya untuk berjualan di kantin tetapi barang yang satu itu menjadi barang yang sangat menguntungkan apabila diperjual belikan. Yah, itulah kunci kemenanganku untuk menunjukkan kelasku pada mereka bahwa aku mampu mentraktir anak rektor suatu kebanggaan segaligus prestasi yang kuraih tanpa mengeluarkan uang cukup menjadi bagian kecil dari mafia kampus.
            Seolah teman-teman mahasiswa yang lain tak percaya dengan apa yang kulakukan mereka seolah begitu heran melihat aksiku mentraktir anak rektor, “wah, you hebat sobat sudah mampu ngajak anak rektor makan di kantin yang berkelas di kampus ini”, sebut Roni personel teh kocak yang suaranya terkenal mulai dari kantin setia sampai kantin mama bunda, maklum dialah raja ngutang yang paling terhormat di kampus kami, “ngga Ron, cuman keberuntungan aja hari ini berpihak padaku”, sembari kuberbisik pada Roni, “you gila anak rektor man”, celoteh Roni, “tapi rektor juga manusia apalagi anaknya pasti punya perasaan aku hanya bermodalkan rasa padanya”, tuturku perlahan pada Roni, mataku mulai mencari Rendy dan benih kekhwatiran seperti itu sering kali menghantui diri. Bukan hanya rasa gelisah biasa sebab dia bersama Shopie yang kupahami prempuan yang berlebihan perasaannya bisa saja bertindak diluar logika. Kumencoba keluar dari kerumunan itu lalu mengajak Eros pergi dan kumaklumi suasana seperti itu tak biasa baginya sebab maklum dia anak rektor yang manja segaligus begitu disayangi oleh pak rektor sebab dia anak satu-satunya. Mengambil hatinya sama saja menaklukkan pak rektor, kegilaan pikiranku semakin tak terkontrol padahal perlu sebetulnya tuk intropeksi diri sebab Eros berwajah cantik anak rektor lagi, pasti begitu banyak laki-laki yang memperebutkannya tetapi aku berpikir merebutnya memang sulit dan perlu perjuangan, apakah yang kulakukan ini bukan termasuk kategori perjuangan ?. “Phil, terimah kasih atas traktirannya yah”, celetupnya sembari melampaikan tangan padaku sebagai tanda perpisahan antara aku dan Eros bagiku inilah jalannya yang akan kembali membuatku juara. Mungkin hari ini rasa kebanggaan yang over merasuki jiwaku tetapi bagiku masa bodoh yang terpenting aku juara maka kebanggaan diri yang berlebih itulah caraku merayakannya. Tapi, langkahku dikejutkan oleh Shopie yang tiba-tiba hadir dihadapanku tanpa basa-basi dia menarikku sembari berbisik, “apakah kau sudah puas merayakan kemenanganmu ?”, sebutnya perlahan yang mampu membuatku merasa teranjam dengan kata-katanya, “apa maksudmu ?, belum puaskah kau menghancurkan cintaku dan ingatlah penghianatanmu itu akan kau bayar dengan harga mahal. Bukankah hari ini kau menang merayakan pesta sembari bermesraan dihadapanku”, sahutku untuk menunjukkan superiorku terhadap dirinya, aku tau betul jalan pikirannya Shopie yang sudah lelah dengan permainanku selama ini yang telah kumanfaatkan untuk mewujudkan ambisiku, “apa kau menuduhku yang menghancurkan cintamu ?, Phil apakah kau pura-pura amnesia atau sudah gila. Bukankah kau yang mengatur semua ini, lalu memanfaatkannya untuk mewujudkan ambisimu”, seru Shopie semakin dalam, “mengapa kau balik menuduhku ?, seharusnya kau berterimah kasih padaku karena aku masih sudi membantumu apakah kau lupa kalau pihak fakultas ingin men-Domu dari kampus ?, lelaki mana yang mau berkorban untuk seorang prempuan yang telah menghianati cintanya tetapi tanpa pikir panjang aku menolongmu sebab saat itu kukedepankan rasa solidaritas untukmu. Kutelah intropeksi diri mungkin kau menghianatiku bukan salahmu tetapi salahku yang kurang peduli padamu”, tuturku untuk meluluhkan perasaannya, “waow...kau memang hebat memainkan kata-kata wajarlah kau mampu menaklukkan segalanya tetapi perlu kau ingat kelakuanmu yang penuh ambisi suatu saat akan menghancurkanmu, kalau dimatamu akulah yang menghianat tetapi kenapa kau tampak bahagia dan mendapatkan begitu banyak keuntungan dari kejadian ini ?”, sahut Shopie seolah ingin meluluhkan perasaanku, “karena orang yang malang selalu bangkit mencari kebahagiaan yang lain, mari kita jalani hidup kita masing-masing mungkin inilah jalan pahit yang harus kita tempuh dan aku juga merasa apakah ada yang salah dengan cinta abad 21 ini yang hanya membuat hati menjadi perih, karena kata-kata pujangga terbukti tak ampuh lagi meneguhkan cinta”, seruku untuk memancing Shopie walau terlihat seakan aku yang mengalah, “baiklah semoga kita sama-sama bahagia dijalan kita masing-masing”, serunya begitu dalam, tanpa menoleh kearahnya aku meninggalkan Shopie serasa kemenanganku telah berlipat ganda dan tanpa kusadari pikiran liarku kembali mendatangiku rasanya tak tega melihat prempuan merasa bersalah apalagi memojokkannya dan mengambil keuntungan terhadap kondisi itu, pikiran liarku berkata ini tidaklah fear bagi Shopie dan tanpa sengaja aku telah menurunkan derajat kehormatanku sebagai lelaki, ah persetan dengan semua perasaan itu yang penting i’m winner bulshit akan semua hal itu.
            “Shopie tak usah kau menangis dan untuk apa kau tangisi si gila Philo itu yang telah memanfaatkan dirimu hanya untuk ambisinya tanpa memikirkan perasaanmu”, tutur Rendy mencoba menenangkan Shopie, “Rend, kau memang sahabatnya Philo tapi tidak semua hal kau tau tentangnya, pahamila dia karena dia anak yang malang menanggung beban hidup sebang kara ayah ibunya meninggalkannya, sebab kedua orang tuanya telah bercerai hidupnya tak hentinya dirundung kemalangan. Di lubuk jiwanya masih ada rasa kebaikan yang dia miliki, walau perbuatannya terkadang membuat kita terluka tetapi itu hanyalah pelampiasan kekesalannya karena ujian dunia yang menimpanya begitu berat”, seru Shopie menunjukkan kepedulian pada Philo, “aku baru sadar bukan hanya si Philo yang gila kau pun ikut-ikut gila karenanya, sudahlah lupakan dia buat apa buang-buang tenaga memikirkan orang gila seperti si Philo”, sebut Rendy menyakinkan Shopie, “apakah kau sadar Rendy ?, justru ketika aku melupakan Philo malah itu hanya semakin membuatnya semakin yakin kalau kita menghianatinya sebagaimana yang dituduhkannya selama ini, lebih baik kau sekarang pergi dari hadapanku”, seru Shopie membrontak, “oh, seperti itukah perlakuanmu padaku setelah selama ini orang yang telah sudi membantumu bahkan menjadi orang yang rela kehilangan harga diri karena dianggap merebutmu dari sahabatku, apakah ada orang sepertiku ?, merelakan dirinya dihinakan demi melindungi martabat seorang prempuan sekarang aku ingin bertanya apa yang pengorbanan Philo selama ini sebanding dengan pengorbananku padamu, camkanlah itu Shopie”, tutur Rendy, akhirnya tangisan Shopie kembali pecah dan Rendy pun memeluknya untuk menenangkannya dalam pikiran Rendy mungkin kata-katanya terlalu kejam untuk diterimah seorang Prempuan yang telah mengalami berbagai macam ujian dalam perjalanan percintaannya, perasaannya sebagai lelaki yang bertanggung jawab membuatnya tidak tegah untuk meninggalkan Shopie sendiri dalam kemalangan hidup yang dijalaninya. Serunya dalam batinya “dasar si Philo gila apa yang sesungguhnya dia cari pada prempuan di luar sana tetapi rasa persahabatan membuatku seolah terperangkap oleh jaring-jaring laba-laba yang entah menguntungkan siapa”, ah untuk apa aku memikirkan persahabatan dengan si Philo yang hanya menjadikanku tumbal ambisinya dan rasa tidak terimah akan perlakuan Philo padanya membuatnya memendam rasa sakit hatinya, mungkin tumpukan luka yang diterimahnya akibat perlakuan Philo tak mampu lagi dibendungnya sebab kalau kejadian itu tak menimpanya dirinyalah yang akan menjadi wakil jurusannya untuk mengikuti lomba itu, pikirannya terlalu berat menerimah kemenangan Philo sebab seharusnyalah dia yang mendapatkan kemenangan itu. Tetapi setelah dia membuka matanya dirasakannya bahwa siapa yang sesungguhnya menang diakah atau si Philo ?, pikirannya membantunya tenang bukankah Philo mengorbankan Shopie untuk memenuhi ambisinya kenapa dia tak berpikiran jernih kalau Philo mampu mewujudkan ambisinya lewat Shopie kenapa dia tak melakukan hal yang sama untuk mewujudkan ambisi-ambisinya. Sungguh perasaan kemenangan juga merasuki jiwa Rendy dan seolah mendapatkan cara jitu menaklukkan semua keinginannya.
            Hari telah mulai berganti layar tembang gelap pun mulai menyelimuti bumi tetapi bagi Philo langit memang gelap namun hatinya terang bagai mentari pagi, mungkin keceriaannya membuatnya jadi lupa bahwa hp-ya dari tadi menerimah kurang lebih seratus sms dan sekitar lima puluh panggilan tak terjawab diliriknya satu per satu sms tersebut pas di sms ke tujuh satu dia terdiam sejenak sembari membacanya sms tersebut, “hallo manis, kudengar kamu menang yah. Perlukah kumengucapkan selamat untukmu, ops aku lupa buat apa mengucapkan selamat kalau karya tulis itu aku yang buat, mestinya kamu dong manis yang sms aku buat ngucapin selamat karena tulisanku berhasil menang, aku ngerti sekarang kamu lagi pesta yah. Ingat yah aku juga ingin jatah”, itulah salah satu kutipan smsnya yang membuatnya menjadi mendung mengikuti ritme angkasa. “dasar manusia ular berbisa, awas aja kalau dia berani mengancamku kan kuikuti permainanmu”, tampak kekesalan memenuhi jiwanya seolah Philo mendapatkan tantangan dari seseorang. Sembari memandang langit luas dari jendela kamarnya Philo menarik nafas dalam-dalam, mungkin jiwa bebasnya seakan mendapatkan tantangan yang akan menghalangi petualangan kebebasannya fokusnya kembali pecah ketika hp-nya berdering tampaknya ada sms masuk dengan begitu cepat Philo meraih hp-nya lalu membacanya, kemurungannya seketika mencair saat membaca sms dari Eros diluar dugaannya Philo tak kuasa menahan tubuhnya yang ingin menari menikmati kemenangannya atas penaklukannya terhadap si anak manja Eros.

            Tepat pukul 12.00 WITA Philo terlihat keluar rumah dengan terburu-buru dengan cekatan dia mengambil motornya lalu pergi entah kemana, yang pasti ditengah malam itu dia keluyuran entalah apakah ini bagian dari perayaan kemenangannya atau sesuatu hal lain yang dia lakukan. Setelah berjalan jauh akhirnya dia tampak masuk ke salah satu rumah yang berada di pinggiran kota Sanjai yang tak jauh dari pusat wisata Ujung kupang yang mendunia, diambilnya sebuah dos yang berwarnah hitam namun tak lama kemudian Philo pun pergi kalau dilihat maka jalan yang akan dilaluinya tentu jalan itu menuju ke Universitas Sanjai tetapi apa yang dilakukannya pada jam 12.00 malam, ketika sampai di dekat kampus maka diambilnya jalan pintas menuju kantin kampus dari kejauhan terlihat para penjual dikantin berebut dos hitam yang dibawah oleh Philo, namun hal tersebut tak begitu kelihatan tak banyak suara yang mereka keluarkan hanya anggukan kepala sekitar 30 derajat mungkin bahasa yang menandakan tanda setuju. “Philo kau memang hebat menjalankan bisnis ini”, sebut ibu Riri salah satu ibu kantin di kampusnya, “ah, ibu bisa aja memuji bukankah tadi siang aku sudah pamer kekuatan kalau aku ini dekat dengan pihak kampus”, celoteh Philo membusungkan dada, “kami percaya kok dengan kehebatanmu tetapi sekali-kali dong nanti Philo pesan saja di kantin kalau ada acara kampus”, sebut ibu Lesti penuh harap, “oke, yang penting kita bisa saling menguntungkan kita keruk sama-sama uang di kampus ini, tetapi ibu harus ingat kalau bisnis ini ketahuan jangan bawa-bawa namaku”, tutur Philo sembari menunjuk dos hitam yang dibawahnya, “beres, bos”, sebut ibu Ririn. Seketika lampu-lampu kantin pun dipadamkan saat Philo meninggalkan mereka dengan begitu terburu-buru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar